Netanyahu: Serangan Israel di Rafah akan Berakhir, IDF Pindah ke Utara Lawan Hizbullah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan fase serangan Israel di Rafah akan berakhir, IDF pindah ke Utara lawan Hizbullah.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pertempuran sengit yang dilakukan tentara Israel melawan pejuang Hamas di kota Rafah di Jalur Gaza selatan akan segera berakhir.
“Fase kekerasan dalam pertempuran melawan Hamas akan segera berakhir. Ini tidak berarti bahwa perang akan segera berakhir, tetapi perang dalam fase kekerasan akan segera berakhir di Rafah," kata Netanyahu dalam wawancara dengan Channel 14 Israel, Minggu (23/6/2024).
Ia menekankan, meski pasukan Israel mundur dari Rafah, hal ini bukan berarti serangan mereka di Jalur Gaza telah berakhir.
“Setelah fase kekerasan berakhir, kami akan mengerahkan kembali sebagian pasukan kami ke arah utara, dan kami akan mengerahkan kembali pasukan kami ke arah utara, bukan hanya untuk tujuan pertahanan, tetapi juga untuk mengembalikan penduduk (pengungsi) ke rumah mereka,” lanjutnya.
Perdana Menteri Israel itu merujuk pada meningkatnya pertempuran antara Israel dan Hizbullah Lebanon di perbatasan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki, dan perbatasan Lebanon selatan.
Sebagian besar warga Israel yang tinggal di perbatasan tersebut mengungsi karena serangan dari Hizbullah yang semakin intens.
Di sisi lain, Netanyahu juga menekankan dia tidak akan menerima perjanjian “parsial” apa pun dengan Hamas dan tetap melanjutkan pertempuran di Jalur Gaza.
“Tujuannya adalah untuk memulihkan para sandera dan menggulingkan rezim Hamas di Gaza," tambahnya.
Menanggapi pertanyaan tentang fase pascaperang di Jalur Gaza, Netanyahu menjelaskan Israel akan memiliki peran dalam jangka pendek melalui “kontrol militer.”
“Kami juga ingin membentuk pemerintahan sipil, bekerja sama dengan warga Palestina setempat jika memungkinkan, dan mungkin dengan dukungan eksternal dari negara-negara di kawasan, untuk mengelola pasokan kemanusiaan dan, kemudian, urusan sipil di Jalur Gaza," katanya.
Baca juga: Hizbullah-Israel Makin Panas: Warga Asing Mulai Eksodus Dari Lebanon
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah menyatakan bergabung dengan perlawanan membela rakyat Palestina yang menghadapi agresi Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Hizbullah menyerang sasaran militer Israel di perbatasan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki, dari wilayah Lebanon selatan yang merupakan basis militer Hizbullah.
Hizbullah berjanji hanya akan berhenti menyerang perbatasan jika Israel menghentikan agresinya terhadap rakyat Palestina dan mencapai gencatan senjata dengan gerakan perlawanan Palestina, Hamas, di Jalur Gaza, sebuah tawaran yang ditolak Israel.
Jumlah Korban
Saat Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 37.551 jiwa dan 85.911 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Sabtu (22/6/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
Sementara itu, lebih dari 8.000 warga Palestina yang masih berada di penjara-penjara Israel, menurut laporan The Guardian pada Desember 2023 lalu.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel