Terdepan Dibandingkan Negara Lain, China Segera Terjunkan Robot AI dalam Operasi Militer
China semakin terdepan soal teknologi militer, pakar memprediksi robot pembunuh AI buatan China akan terjun ke lapangan dalam waktu 2 tahun.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Robot pembunuh dengan kecerdasan buatan (AI) produksi China, diperkirakan akan diterjunkan ke dalam operasi militer dalam kurun waktu dua tahun, menurut pakar.
Bentuk peperangan jarak jauh, mulai dari drone hingga serangan siber, memainkan peran yang semakin penting dalam perang modern saat ini.
Dilaporkan Newsweek, beberapa negara besar mengambil perkembangan ini selangkah lebih maju.
Mereka mulai mengembangkan “robot pembunuh” yang mandiri dan bertenaga AI untuk menggantikan tentara di medan perang.
Francis Tusa, analis militer pertahanan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, memprediksi China akan menerjunkan robot pembunuh AI-nya dalam waktu dua tahun.
“Saya justru akan terkejut jika kita tidak melihat mesin otonom keluar dari China dalam waktu dua tahun,” ujar Tusa kepada National Security News.
Tusa menambahkan, China saat ini sedang mengembangkan kapal, kapal selam, dan pesawat baru bertenaga AI dengan kecepatan yang memusingkan.
“Mereka bergerak empat atau lima kali lebih cepat dibandingkan Amerika,” ujarnya.
China dan Rusia dilaporkan telah berkolaborasi dalam pengembangan persenjataan otonom bertenaga AI.
Bulan lalu, saat latihan militer dengan Kamboja, Tentara Pembebasan Rakyat China memamerkan robot anjing bersenjata yang diproduksi oleh perusahaan China Unitree Robotics.
Pada tahun 2022 di sebuah pameran senjata dengan Moskow, Rusia pernah menunjukkan seekor robot anjing Unitree Robotics yang dimodifikasi.
Baca juga: Petugas Damkar Gunakan Robot untuk Menangani Kebakaran Gudang Peluru
Robot itu diganti namanya menjadi robot anjing M-81 dan dilengkapi dengan peluncur granat.
Steve Goose, Direktur Kampanye Senjata untuk Human Rights Watch, sebuah LSM berbasis di New York yang ikut mendirikan kampanye "Hentikan Robot Pembunuh", menganjurkan kerangka hukum internasional baru untuk membatasi penggunaan sistem senjata otonom.
“Sayangnya, China nampaknya terus bergerak cepat menuju akuisisi robot pembunuh, seperti halnya negara-negara besar militer lainnya,” kata Goose kepada Newsweek.
“Retorika China pada pertemuan diplomatik mengenai robot pembunuh—yang menyerukan pembatasan senjata otonom—tidak tercermin dalam tindakannya.”
China sudah mulai menggunakan mesin bertenaga AI untuk mengembangkan senjatanya.
Menurut beberapa pakar, kemampuan AI dapat melipatgandakan produksi bom dan peluru China pada tahun 2028.
Meskipun Tusa mengatakan bahwa pengembangan sistem ini di negara-negara Barat akan tertunda karena keberatan hukum dan etika, serta hambatan demokrasi yang menghalangi pendanaan militer, Goose kurang optimis.
“Kebijakan AS mengenai pengembangan robot pembunuh tidak terlalu memperhatikan implikasi etis dari senjata tersebut," ujarnya.
"AS menentang larangan atau pembatasan internasional terhadap senjata otonom, AS hanya menyerukan kode etik sukarela, sembari segera melakukan peluncuran di medan perang."
Pada bulan Maret 2023, perwakilan AS dalam konferensi PBB tentang sistem senjata otonom yang mematikan, mengatakan bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk mulai membuat undang-undang yang menentang pengembangan sistem senjata otonom.
Kemajuan teknologi yang tak terkendali telah menimbulkan banyak kekhawatiran bahwa senjata non-manusia tidak akan mampu mematuhi hukum perang.
Mengingat bahwa lembaga-lembaga supranasional yang bertugas membatasi penggunaan senjata AI cenderung didominasi oleh Rusia, China, dan Amerika Serikat – negara-negara yang paling banyak menggunakan robot pembunuh – Goose mengatakan bahwa upaya untuk melakukan pengendalian hanya menghasilkan sedikit substansi.
Jika tidak dikendalikan, Goose percaya bahwa senjata otonom, selain senjata nuklir dan perubahan iklim, dapat menimbulkan bahaya terbesar bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Latihan Militer
Mei lalu, pejabat militer China menguji peralatan unik, robot anjing yang dilengkapi dengan senapan mesin di punggungnya.
Baca juga: Jet Tempur dan Kapal Perang China Intensifkan Patroli dekat Perbatasan Taiwan
Dilansir gbnews.com, latihan selama 15 hari yang diberi nama Golden Dragon ini digelar bersama pasukan China dan Kamboja.
Latihan ini dilakukan lebih dari 2.000 tentara, 14 kapal perang, dua helikopter, dan 69 kendaraan/tank lapis baja bersama dengan robot anjing berkaki empat yang dikendalikan dari jarak jauh dengan senapan otomatis.
Telah dilaporkan bahwa "robodog" senapan mesin tidak menembakkan api apa pun.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)