Iran Gelar Pilpres Putaran Kedua, Pertarungan Masoud Pezeshkian VS Saeed Jalili
Tiga bulan pasca kematian Presiden Ebrahim Raisi akibat kecelakaan helikopter di bulan Mei lalu, Iran kembali menggelar pemilihan presiden
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN – Dua bulan pasca kematian Presiden Ebrahim Raisi akibat kecelakaan helikopter di bulan Mei lalu, Iran kembali menggelar pemilihan presiden (Pilpres) putaran kedua pada, Jumat (5/7/2024).
Pada putaran kedua ada dua capres yang bertarung, yaitu tokoh moderat Masoud Pezeshkian melawan sosok garis keras Saeed Jalili. Laporan televisi nasional Iran melaporkan, TPS di Iran dibuka pada pukul 08.00 waktu setempat. Sedangkan penutupan TPS pada pukul 18.00.
Pilpres Putaran kedua digelar setelah sebelumnya Iran melakukan pemungutan suara putaran pertama pada 28 Juni 2024. Dari total 24.535.185 suara yang dihitung, kandidat pertama yakni Pezeshkian meraih suara terbanyak di putaran pertama dengan jumlah 10.415.991 suara.
Baca juga: Proksi-Proksi Iran akan Jadikan Lebanon Neraka bagi Israel jika Zionis Serbu Lebanon
Sementara itu, Jalili menempati urutan kedua dengan perolehan 9.473.298 suara. Kemudian Mohammad Bagher Qalibaf dan Mostaf Pour Mohammadi dinyatakan tidak lolos. Qalibaf tercatat hanya mendapatkan 3.383.340, sedangkan Pour Mohammadi hanya memperoleh 206.397 suara.
Sesuai dengan undang-undang pemilu Iran, jika tidak ada calon presiden yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka akan dilakukan pemilihan untuk putaran kedua. Oleh karenanya dua calon dengan perolehan suara terbanyak yakni Masoud Pezeshkian dan Saeed Jalili akan maju ke putaran kedua.
Mengutip dari CNN International, Masoud Pezeshkian merupakan anggota parlemen veteran sekaligus mantan menteri kesehatan dengan masa jabatan 2001 hingga 2005 di bawah Presiden Mohammad Khatami, yang dikenal sebagai tokoh reformis.
Sementara Saeed Jalili adalah mantan negosiator nuklir terkemuka sekaligus kepala badan keamanan tertinggi, yang dikenal karena sikap anti-Barat dan tak kenal kompromi. Ia dianggap sebagai kandidat utama kubu garis keras dan ultrakonservatif.
Belum dapat dipastikan siapa calon kandidat yang berpotensi menang dalam Pilpres Iran kali ini, namun saat masa kampanye kedua kandidat berjanji akan memperbaiki perekonomian Iran yang saat ini tengah merosot karena salah pengelolaan, korupsi hingga dampak sanksi AS.
Menurut sejumlah analisis, presiden baru Iran nantinya tidak akan melakukan perubahan terhadap kebijakan nuklir atau dukungan terhadap milisi di seantero Timur Tengah. Namun mereka nantinya akan punya wewenang besar dalam menjalankan pemerintahan sehari-sehari. Serta memegang pengaruh terhadap kebijakan dalam dan luar negeri.
Baca juga: Jelang Pilpres Iran Putaran Kedua, Pezeshkian dan Jalili Berdebat Sengit terkait Visi Misi Ekonomi
Jutaan Warga Iran Pilih Golput
Dalam pemilihan yang digelar pada 28 Juni lalu, jumlah pemilih Iran mencatatkan kemerosotan tajam, hanya ada 40 persen pemilih dari total 61 juta pemilih yang terdaftar. Penurunan ini tercatat sebagai rekor terendah sejak revolusi 1949, kata Kementerian Dalam Negeri Iran.
Alasan rendahnya jumlah pemilih tahun ini belum sepenuhnya dapat, namun laporan dan analisis berspekulasi bahwa hal tersebut disebabkan oleh isu-isu seperti terbatasnya pilihan kandidat, menurunnya kepercayaan terhadap proses pemilu, dan metode pembangkangan sipil terhadap pemerintah terutama setelah tanggapan keras pihak berwenang terhadap protes massal di seluruh Iran pada tahun 2022 dan 2023.