Singapura Izinkan Warganya Konsumsi 16 Jenis Serangga, Termasuk Jangkrik, Belalang, dan Ulat Sutra
Jangkrik dan belalang termasuk di antara 16 jenis serangga yang disetujui Singapura untuk dikonsumsi manusia
Penulis: Hasanudin Aco
Jangkrik dan belalang termasuk di antara 16 jenis serangga yang disetujui Singapura untuk dikonsumsi manusia
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Badan pengawas pangan Singapura telah menyetujui 16 spesies serangga untuk dikonsumsi manusia.
Keputusan ini diharapkan dapat meningkatkan keragaman dan keberlanjutan pangan di negara-kota multietnis tersebut.
Badan pengawas makanan Singapura pada Senin (8/7/2024) mengatakan telah menyetujui sekitar 16 spesies serangga seperti jangkrik, belalang dan belalang sembah untuk konsumsi manusia.
Ini menambah menu makanan global yang terkenal secara internasional termasuk hidangan Cina dan India di negara-kota multietnis tersebut.
"Pengumuman yang sangat ditunggu-tunggu ini membawa kegembiraan bagi para pelaku industri yang telah memasok dan menyediakan serangga yang dibudidayakan di China, Thailand, dan Vietnam di Singapura," demikian laporan media The Straits Times.
Serangga yang disetujui meliputi berbagai spesies jangkrik, belalang, belalang sembah, ulat jerman dan ulat sutra.
Badan Pangan Singapura (SFA) mengatakan bahwa mereka yang bermaksud mengimpor atau membudidayakan serangga untuk konsumsi manusia atau pakan ternak harus memenuhi pedoman SFA.
Termasuk memberikan bukti dokumenter bahwa serangga impor tersebut dibudidayakan di tempat yang diatur dengan kontrol keamanan pangan dan tidak dipanen dari alam liar.
"Serangga yang tidak tercantum dalam daftar 16 SFA harus menjalani evaluasi untuk memastikan spesies tersebut aman untuk dikonsumsi," kata lembaga tersebut.
Kewajiban untuk Penjual Makanan
Perusahaan yang menjual makanan kemasan yang mengandung serangga juga diharuskan memberi label pada kemasannya sehingga konsumen dapat membuat keputusan yang tepat tentang apakah akan membeli produk tersebut.
Produk serangga juga akan dikenakan pengujian keamanan pangan dan produk yang ditemukan tidak mematuhi standar badan tersebut tidak akan diizinkan untuk dijual, kata SFA.
Laporan PBB tentang keamanan daging hasil laboratorium mengutip Singapura, satu-satunya negara yang menjual daging tersebut, sebagai studi kasus.
SFA memulai konsultasi publik tentang kemungkinan mengizinkan 16 spesies serangga untuk dikonsumsi pada Oktober 2022.
Pada bulan April 2023, SFA mengatakan akan memberikan lampu hijau bagi spesies ini untuk dikonsumsi pada paruh kedua tahun 2023.
Batas waktu ini kemudian diundur lagi hingga paruh pertama tahun 2024.
Saat melaporkan pengumuman tersebut, The Straits Times mengatakan kepala eksekutif restoran House of Seafood, Francis Ng, sedang memasak menu berisi 30 hidangan yang mengandung serangga.
Dari 16 spesies yang disetujui, restoran akan menawarkan cacing super, jangkrik, dan kepompong ulat sutra pada menunya.
Serangga akan ditambahkan ke beberapa hidangan lautnya, seperti kepiting telur asin, misalnya.
Sebelum mendapat persetujuan, restoran tersebut menerima lima hingga enam panggilan telepon setiap hari yang menanyakan tentang hidangan berbahan dasar serangga, dan kapan pelanggan dapat mulai memesannya, kata Ng.
"Banyak pelanggan kami, terutama anak muda yang berusia di bawah 30 tahun, sangat berani. Mereka ingin dapat melihat seluruh serangga dalam hidangan. Jadi, saya memberi mereka banyak pilihan untuk dipilih," kata Ng.
Ia mengantisipasi bahwa penjualan hidangan berbahan dasar serangga akan meningkatkan pendapatannya sekitar 30 persen.
Javier Yip, pendiri perusahaan logistik Declarators, telah mendirikan bisnis lain untuk mengimpor serangga untuk dijual di Singapura, menawarkan berbagai makanan ringan serangga mulai dari larva putih hingga ulat sutra, serta jangkrik dan ulat jerman.
Serangga telah disebut-sebut oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan untuk daging, karena memiliki kandungan protein tinggi dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca ketika dibudidayakan.
Setelah mendapatkan lisensi untuk mengimpor serangga ini ke Singapura, Yip bekerja sama dengan peternakan di Cina, Thailand, dan Vietnam untuk memasok serangga ini ke pasar lokal.
Perusahaan rintisan Jepang Morus berencana meluncurkan serangkaian produk berbahan dasar ulat sutra di sini, yang menyasar restoran dan konsumen kelas atas, karena mereka berpenghasilan tinggi dan sadar kesehatan, kata Ryo Sato, kepala eksekutifnya.
Produk-produknya meliputi bubuk ulat sutra murni – yang dapat digunakan sebagai bahan makanan – bersama dengan bubuk matcha, bubuk protein, dan batangan protein, yang memiliki kandungan protein dan asam amino tinggi, bersama dengan nutrisi penting lainnya seperti vitamin, serat, dan mineral.
Mengakui bahwa konsumen Singapura tidak memiliki riwayat mengonsumsi serangga, Morus juga akan mengadakan lebih banyak acara pop-up dan lokakarya konsumen, kata Sato.