Iran Bantah Terlibat dalam Insiden Penembakan Donald Trump: Tuduhan yang Tidak Berdasar dan Jahat
AS memperoleh informasi bahwa Iran merencanakan pembunuhan terhadap Donald Trump beberapa minggu lalu. Otoritas Iran lantas membantahnya.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan AS Joe Biden dilaporkan memperoleh informasi intelijen beberapa minggu yang lalu mengenai rencana Iran untuk membunuh Donald Trump.
Informasi tersebut, mendorong Secret Service untuk meningkatkan keamanan di sekitar mantan presiden tersebut, menurut tiga pejabat AS yang mengetahui masalah tersebut.
Tetapi para pejabat mengatakan, tidak ada indikasi bahwa rencana tersebut ada hubungannya dengan insiden penembakan Sabtu (13/7/2024) lalu saat Donald Trump berpidato di hadapan pendukungnya.
Penembakan di Butler, Pennsylvania itu dilakukan oleh seorang pria 20 tahun bernama Thomas Matthew Crooks.
Penyelidik AS mengatakan bukti sejauh ini menunjukkan Crooks bertindak sendirian.
Menurut media pemerintah Iran, misi Iran untuk PBB membantah tuduhan rencana pembunuhan Donald Trump itu.
“Tuduhan ini tidak berdasar dan jahat,” kata Misi Tetap Republik Islam Iran untuk PBB dalam laporan dari kantor berita pemerintah IRNA.
Misi Iran kemudian menyinggung kematian Qasem Soleimani, jenderal Iran yang dibunuh Amerika pada 2020 lalu.
“Trump adalah penjahat yang harus diadili dan dihukum di pengadilan karena memerintahkan pembunuhan Jenderal Soleimani,” kata misi tersebut dalam laporan IRNA.
“Iran telah memilih jalur hukum untuk membawanya ke pengadilan.”
Sementara itu, sebuah sumber yang mengetahui percakapan antara Secret Service dan tim kampanye Trump, mengatakan tim kampanye Trump tidak menyadari bahwa ancaman tersebut berasal dari Iran.
Baca juga: Oposisi Zelensky: Ada Motif Kiev di Balik Penembakan Donald Trump
“Tim kampanye Trump hanya diberitahu oleh pimpinan Secret Service tentang adanya peningkatan ancaman terhadap Presiden Trump,” kata sumber tersebut.
"Tetapi mereka tidak diberitahu mengenai adanya ancaman spesifik yang terkait dengan individu atau kelompok Iran.”
Kronologi Insiden Penembakan yang Melukai Donald Trump
Mengutip Vox, saat Donald Trump berpidato, terdengar rentetan tiga tembakan diikuti oleh lima tembakan.
Trump terlihat menyentuh telinganya dan kemudian wajahnya berlumuran darah.
Ia dengan cepat dikerumuni oleh Secret Service dan langsung dikawal meninggalkan podium.
Tembakan dari senapan gaya AR ditembakkan pada pukul 18.15 dari posisi tinggi di luar tempat kampanye.
Setelah Secret Service menembak dan membunuh pria bersenjata tersebut.
Satu orang yang menghadiri kampanye Donald Trump tewas dan dua lainnya terluka parah.
Trump sendiri kemudian dibawa ke rumah sakit setempat untuk diperiksa, tapi dia diperbolehkan pulang pada Sabtu malam.
Beberapa jam setelah penembakan, Trump memposting di Truth Social bahwa dia ditembak dengan peluru yang menembus bagian atas telinga kanannya.
"Saya langsung tahu ada yang tidak beres karena saya mendengar suara mendesing, tembakan, dan langsung merasakan peluru menembus kulit."
"Banyak pendarahan yang terjadi, jadi saya menyadari apa yang terjadi."
"TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!"
Dalam sebuah pernyataan, FBI mengidentifikasi penembak sebagai seorang pria Pennsylvania berusia 20 tahun, Thomas Matthew Crooks.
Baca juga: Putin Dapat Angin Segar Dari Donald Trump Jika Terpilih Jadi Presiden AS
Ia berasal dari Bethel Park, sebuah kota di Pennsylvania sekitar satu jam dari lokasi kampanye.
Crooks telah mendaftar untuk memilih sebagai anggota Partai Republik.
Namun ada catatan yang menunjukkan sumbangan $15 atas namanya pada 20 Januari 2021, untuk Progressive Turnout Project, yang mendukung jumlah pemilih dari Partai Demokrat.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)