Sebut Netanyahu Pemimpin Terburuk dalam Sejarah Yahudi, Anggota Kongres AS Kritik Keras PM Israel
Anggota senior Kongres AS mengkritik keras Netanyahu, menyebutnya sebagai pemimpin terburuk dalam sejarah Yahudi.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.com - Anggota Kongres senior Demokrat Amerika Serikat (AS), Jerrold Nadler, menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai pemimpin terburuk dalam sejarah Yahudi.
Pernyataan ini disampaikan Nadler menjelang pidato Netanyahu di hadapan Kongres AS.
Nadler yang merupakan anggota Yahudi paling senior di Kongres AS, mengecam kinerja Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel.
Menurutnya, pidato Netanyahu di hadapan Kongres pada Rabu (24/7/2024), "tidak bertujuan untuk mempererat hubungan yang erat" antara AS dan Israel, tetapi hanya sebagai "aksi sinis."
Lebih lanjut, Nadler menyebut Netanyahu akan memanfaatkan kesempatan itu untuk membantu "posisi politiknya yang terancam di dalam negeri dan campur tangannya dalam politik domestik Amerika," tepat sebelum pemilihan presiden November mendatang.
"Tidak ada keraguan dalam benak saya, pidato (Netanyahu) besok seharusnya tidak terjadi," ujar Nadler, Selasa (23/7/2024), dikutip dari Al Mayadeen.
Meski kritik keras dilayangkan Nadler terhadap Netanyahu, ia memastikan bakal mendengarkan pidato Perdana Menteri Israel itu secara langsung.
"Saya merasa suara saya lebih berdampak di ruangan ini (Kongres), karena dapat meminta pertanggungjawaban Perdana Menteri (Netanyahu)," kata Nadler, dilansir The Times of Israel.
Diketahui, kritik Nadler kepada Netanyahu itu merujuk pada jajak pendapat, di mana 72 persen warga Israel berpendapat Netanyahu harus mengundurkan diri.
Hal ini berkaca pada tiga kasus hukum terpisah yang menjerat Netanyahu, yaitu penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan yang dihadapinya.
Tak hanya soal kepemimpinan Netanyahu di Israel, Nadler juga mengkritik pria yang akrab disapa Bibi itu atas peristiwa 7 Oktober 2023 karena "sengaja menyalahkan pimpinan militer atas kegagalan 7 Oktober."
Baca juga: Mimpi Buruk bagi Israel, Digempur 65 Rudal Hizbullah dan Drone Houthi di Hari yang Sama
Nadler juga mengecam Netanyahu karena gagal mencapai kesepakatan yang akan menjamin pembebasan tawanan Israel di Gaza.
"Netanyahu membahayakan keamanan Israel, nyawa para sandera, dan stabilitas negaranya, hanya demi menjaga stabilitas koalisi sayap kanannya," kecam Nadler.
Nadler, yang menurut pengakuannya sendiri, tidak asing dengan pemikiran ekstremis karena ia menyatakan dirinya sebagai "Zionis seumur hidup" di pernyataan yang sama.
Ia juga "memberikan suara berkali-kali" dalam 32 tahun masa jabatannya di Kongres, untuk mempersenjatai Israel dan mendukung pendudukan di Palestina.
Netanyahu Harus Ditangkap
Sementara itu, anggota Kongres As lainnya, Rashida Tlaib, mendesak penangkapan terhadap Netanyahu atas apa yang terjadi di Gaza.
"Netanyahu adalah penjahat perang yang melakukan genosida terhadap warga Palestina."
"Sungguh memalukan, para pemimpin dari kedua partai (besar di AS) mengundangnya untuk berpidato di depan Kongres," kata Tlaib, Selasa, dikutip dari Anadolu Ajansi.
"Dia harus ditangkap dan dikirim ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICJ)," tegasnya.
Tlaib, seorang anggota Kongres keturunan Palestina-Amerika dari negara bagian Michigan, menekankan "rezim Apartheid" Netanyahu telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina di Gaza.
Baca juga: Tak Peduli Dikecam karena Tolak Israel di Olimpiade, Anggota DPR Prancis: Jangan Kibarkan Benderanya
"Tapi, rekan-rekan saya (di Kongres AS) dan pemerintahan Biden terus menyetujui lebih banyak pendanaan dan mengirim lebih banyak senjata (ke Israel)," ujarnya.
"Ini adalah hari yang menyedihkan bagi demokrasi Amerika, ketika rekan-rekan saya tersenyum saat berfoto dengan seorang pria yang aktif melakukan genosida," imbuh dia.
Tlaib pun mendesak anggota Kongres AS dan pemerintahan Biden untuk menekan Israel supaya serangan di Gaza segera dihentikan.
Menurutnya, sikap diam yang dilakukan petinggi-petinggi AS termasuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.
"Sangat munafik untuk mengaku prihatin atas banyaknya korban jiwa warga sipil (Palestina), tapi di saat yang sama menyambut orang yang bertanggung jawab atas kejahatan perang ini ke Capitol," urainya.
"Diamnya mereka adalah pengkhianatan, dan sejarah akan mengingat mereka dengan cara yang sama. Pemerintah kita harus berhenti mendukung dan mendanai genosida ini sekarang," pungkas dia.
Diprediksi Banyak yang Tak Hadiri Pidato Netanyahu
Kunjungan Netanyahu ke AS, dalam aspek politik, disebut untuk meningkatkan popularitasnya yang merosot di Israel.
Netanyahu dilaporkan memanfaatkan kunjungan ini sebagai kesempatan baginya untuk menunjukkan dirinya sebagai negarawan global, yang disambut para anggota Kongres AS dan pemimpin Amerika, dikutip dari AP.
Meski demikian, kunjungan Netanyahu termasuk kontroversial karena serangan Israel di Gaza memicu protes di AS dan mengakibatkan penangkapan di kampus-kampus.
Diketahui, perjalanan ini merupakan kali pertama Netanyahu bepergian ke luar negeri sejak agresi Israel meletus pada 7 Oktober.
Ini juga merupakan perjalanan pertama Netanyahu sejak ICJ mengumumkan upaya penangkapannya atas apa yang terjadi di Gaza.
Meski demikian, tampaknya pilihan waktu Netanyahu untuk berkunjung ke AS bukan waktu yang tepat.
Saat Netanyahu tiba di Washington pada Senin (22/7/2024), Presiden Joe Biden masih berada di Delaware karena terjangkit Covid-19.
Tak hanya itu, politik dan pemilih AS masih menyesuaikan diri dengan perubahan yang tiba-tiba dari Biden ke Kamala Harris terkait calon presiden dari Demokrat, usai Biden menyatakan mundur dari Pilpres.
Baca juga: Kisah Dokter Gaza Mengabdi pada Rakyat Palestina di Tengah Serangan Israel: Insya Allah Dapat Berkah
Sementara itu, Harris yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden dan biasanya menggantikan Biden jika berhalangan, dijadwalkan memberikan pidato utama di Indianapolis.
Selain itu, Presiden pro tempore Senat Amerika, Serikat Patty Murray; Senator Bernie Sanders; Senator Tim Kaine; dan Senator Chris Van Hollen; termasuk di antara mereka yang tidak akan menghadiri pidato Netanyahu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)