Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI

Seorang ibu asal Deli Serdang, Sumatra Utara mengadukan kematian anak bungsunya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di…

zoom-in Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI
BBC Indonesia
Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI 

Dia mengatakan mendapatkan kabar kematian anaknya melalui layar ponsel.

Anaknya meninggal dunia sekitar pukul 04:00 WIB, Sabtu, 25 Mei 2024.

Usai mengadukan kematian anaknya ke LPSK di Jakarta, Selasa (30/07), Lenny mengungkapkan apa yang menjadi ganjalan dalam pikirannya terkait kematian anaknya.

“Seorang aparat [TNI] perannya melindungi. Tapi dia bahkan langsung memukul. Ditangkap, kan, bisa? Bukan langsung dipukul,” kata Lenny Sitanggang, ibu dari mendiang Mikael Histon Sitanggang, 15 tahun.

“Ditangkap, dibawa ke kantor, panggil orang tua, kan, bisa juga. Ini langsung main pukul,” tambah Lenny.

Lenny mengatakan hal itu usai mengadukan peristiwa kematian anaknya kepada LPSK di Jakarta, Selasa (30/07). Dia didampingi tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.

Usai pertemuan, Lenny mengatakan dirinya ingin supaya pelaku yang menyebabkan kematian anak bungsunya ditangkap.

Bagaimana semestinya aparat menangani perkara anak?

BERITA TERKAIT

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Sri Suparyati, yang menangani audiensi Lenny Damanik dan LBH Medan, mengatakan apa yang menimpa Mikael Sitanggang tidak berbeda jauh dengan Afif Maulana.

Afif Maulana adalah bocah di Sumatra Barat yang, menurut orang tuanya dan LBH Padang, meninggal dunia diduga akibat tindakan kekerasan polisi.

Polda Sumbar membantah tuduhan itu dan mengeklaim Afif meninggal setelah jatuh ke sungai setelah meloncat dari jembatan di atasnya.

Sri menyebut kasus Mikael dan Afif yang jaraknya berdekatan seharusnya menjadi sebuah peringatan bagi aparat untuk membangun sensitivitas terkait perlindungan anak-anak.

“Belum lama ini kita juga memperingati Hari Anak Nasional [jatuh setiap tanggal 23 Juli]. Itu seharusnya juga menjadi sebuah perhatian,” ujar Sri.

Kasus Mikael dan Afif yang berdekatan, menurut Sri, memperlihatkan bahwa aparat seolah tidak memiliki urgensi mengenai penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak-anak.

“Kalau di level TNI, TNI memang posisinya bukan sebagai pihak yang terjun langsung dalam menjaga ketertiban. Konteksnya diperbantukan. Dalam konteks ini seharusnya pihak TNI juga mengedepankan soal mekanisme perlindungan anak,” tegasnya.

BBC News Indonesia belum mendapatkan tanggapan TNI atas penilaian Sri Suparyati ini. Saat dihubungi BBC News Indonesia, juru bicara TNI mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kasus ini.

Menurut laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), pada periode Juni 2023 - Mei 2024 terdapat 14 peristiwa penyiksaan yang diduga melibatkan anggota TNI sebagai pelaku utamanya.

Dari total peristiwa tersebut, 12 korban luka-luka dan 7 orang tewas, ungkap KontraS.

Pada periode yang sama, KontraS mencatat terdapat 40 peristiwa penyiksaan yang diduga dilakukan anggota kepolisian – total 10 orang tewas dalam peristiwa tersebut sementara 50 lainnya luka-luka.

‘Dinamika kasus anak di masyarakat kompleks dan rumit’

Imaduddin Hamzah, dosen psikologi Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan pemerhati perlindungan anak, menjelaskan bahwa ketentuan penanganan anak yang berkonflik dengan hukum sebenarnya sudah cukup jelas diatur di beberapa regulasi.

“Di antaranya UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, juga UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” ujar Imaduddin ketika dihubungi pada Jumat (31/07).

Imaduddin menyebut regulasi-regulasi tersebut mengatur tugas, kewenangan, dan kewajiban yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum, pekerja sosial, pembimbing kemasyarakatan, dan pihak terkait lainnya.

Menurut Imaduddin, masing-masing institusi juga telah menerbitkan ketentuan khusus untuk menangani kasus anak pelaku kejahatan dengan tindak pidana dan keadilan restoratif.

“Sebagian aparat juga sudah dilatih tentang sistem peradilan pidana anak,” ujarnya.

Beberapa hal yang menjadi persoalan, lanjut Imaduddin, adalah pemantauan dan pengendalian pimpinan dalam penerapan peraturan.

“Sebagian pimpinan belum paham prosedur penanganan kasus anak sesuai peraturan,” ujarnya.

Imaduddin juga menyoroti masyarakat yang belum sepenuhnya memahami sistem peradilan anak. Selain itu, dinamika kasus anak di masyarakat “kompleks dan rumit” sehingga tidak mampu ditangani oleh aparat dengan pendekatan yang sesuai dengan ketentuan.

Dalam konteks kasus Mikael Sitanggang, Imaduddin menggarisbawahi bahwa pihak TNI tidak termasuk ke dalam pihak yang berperan dalam sistem peradilan pidana anak.

“Artinya apabila yang bersangkutan terbukti [bersalah], maka diproses sebagai tindak pidana yg dilakukan oleh aparat militer dan dapat dikenakan pelanggaran perlindungan anak,” ujarnya.

“Dari kasus ini artinya penting bagi aparat yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, dibekali pemahaman perlindungan anak.”

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas