Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI

Seorang ibu asal Deli Serdang, Sumatra Utara mengadukan kematian anak bungsunya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di…

zoom-in Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI
BBC Indonesia
Seorang ibu asal Deli Serdang mencari keadilan atas kematian anaknya yang diduga 'dianiaya' anggota TNI 

Seorang ibu asal Deli Serdang, Sumatra Utara mengadukan kematian anak bungsunya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta.

Dia meyakini anaknya meninggal dunia setelah diduga "dianiaya aparat TNI" saat berada di lokasi insiden tawuran di Deli Serdang, Mei 2024 lalu.

TNI mengeklaim masih menyelidiki dugaan keterlibatan anggotanya.

“Seorang aparat [TNI] perannya melindungi. Tapi dia bahkan langsung memukul. Ditangkap, kan, bisa? Bukan langsung dipukul,” kata Lenny Sitanggang, ibu dari mendiang Mikael Histon Sitanggang, 15 tahun.

“Ditangkap, dibawa ke kantor, panggil orang tua, kan, bisa juga. Ini langsung main pukul,” tambah Lenny.

Lenny mengatakan hal itu usai mengadukan peristiwa kematian anaknya kepada LPSK di Jakarta, Selasa (30/07). Dia didampingi tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.

Usai pertemuan, Lenny mengatakan dirinya ingin supaya pelaku yang menyebabkan kematian anak bungsunya ditangkap.

BERITA TERKAIT

Dia meyakini anak bungsunya itu mati setelah "dianiaya" aparat TNI. Lenny menyebut ada seorang saksi yang melihat peristiwa kekerasan itu.

Temuan LBH Medan menyebutkan, korban menjadi korban "pemukulan oleh anggota TNI" saat menonton aksi tawuran antara dua kelompok remaja di sudut Kota Deli Serdang, Sumatra Utara.

LBH Medan mengatakan Mikael diduga mendapatkan perlakuan kekerasan oleh aparat TNI setelah mereka membubarkan aksi tawuran itu. Diduga mereka kabur ke arah lokasi Mikael berada.

Ibunya berulangkali mengatakan bahwa anaknya tak terlibat tawuran.

Kepada BBC News Indonesia, Selasa (30/07), TNI melalui juru bicaranya menyebut kasus Mikael masih dalam penyelidikan.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, menyebut pihak Detasemen Polisi Militer (Denpom) I/5 Medan "sudah menerima laporan tersebut" dan "sedang dalam penyelidikan".

Nugraha Kemudian meminta BBC News Indonesia menghubungi Danpuspom [Komandan Pusat Polisi Militer].

Dihubungi BBC News Indonesia melalui pesan tertulis, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) Mayjen Yusri Nuryanto mengatakan "berhalangan untuk menjawab karena sedang ada kegiatan".

Bagaimana kronologi kejadian menurut LBH Medan?

Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, yang mendampingi Lenny Damanik ke LPSK pada Selasa (30/07) mengatakan, Mikael sedang duduk dekat jembatan rel kereta api di Kota Deli Serdang, Sumatra Utara. Saat itu, 24 Mei 2024, dia melihat tawuran antar kelompok remaja, 24 Mei 2024.

Tawuran tersebut, menurut laporan LBH Medan, ditertibkan alias dibubarkan aparat yang terdiri dari Babinkamtibmas, Babinsa dan Satpol PP.

Diduga aksi pembubaran tersebut menyebabkan kerumunan tawuran berlari ke arah Mikael.

“Seorang aparat TNI menangkap korban dan diduga memukul bagian leher korban hingga korban terjatuh ke bawah jembatan di rel kereta api hingga kepala korban berdarah,” ujar Irvan berdasarkan keterangan saksi.

“Saat korban mau naik ke jembatan, aparat tersebut kemudian mencengkeram baju korban dan melemparkannya ke arah rel seraya melakukan penganiayaan.”

Mikael, menurut keterangan LBH Medan, menderita luka di bagian dahi, lecet-lecet di kaki dan tangan, serta lebam di bagian dada. Teman-teman Mikael kemudian membawanya ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

Setelah diperban di bagian kepala, Mikael sempat dipulangkan ke rumah, ungkap LBH Medan.

Akan tetapi kondisinya semakin parah dan disebutkan mengalami muntah-muntah sehingga dia kembali dilarikan ke UGD, jelas Irvan.

Mikael dinyatakan meninggal dunia pada 25 Mei pagi hari.

“[Ibu Lenny] membuat laporan di Polsek Tembung. Pihak Kepolisian Polsek Tembung mengarahkannya untuk membuat laporan di Polisi Militer Daerah Militer I/Bukit Barisan Detasemen Polisi Militer I/5 karena meninggalnya korban ada dugaan keterlibatan anggota TNI,” terang Irvan.

Laporan kemudian dibuat Lenny pada tanggal 28 Mei, tetapi hingga berita ini diturunkan – lebih dari dua bulan kemudian – tetap belum ada titik terang dalam penyelidikan kasusnya.

“Padahal saksi-saksi sudah banyak diperiksa,” ujar Irvan.

Sejauh ini belum ada keterangan resmi TNI atas perkembangan terbaru penyelidikan kasus ini.

Dihubungi BBC News Indonesia, pejabat penerangan TNI mengatakan mereka masih menyelidikinya.

Bagaimana tanggapan TNI atas klaim temuan LBH Medan?

BBC News Indonesia berupaya meminta konfirmasi dari pihak TNI mengenai tudingan ini.

Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, menyebut pihak Detasemen Polisi Militer (Denpom) I/5 Medan sudah menerima laporan tersebut.

“Saat ini sedang dalam proses penyelidikan. Untuk lebih jelas bisa hubungi Danpuspom [Komandan Pusat Polisi Militer],” ujarnya pada Selasa (30/07) melalui pesan singkat.

BBC News Indonesia berupaya menghubungi Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) Mayjen Yusri Nuryanto, tetapi dia mengatakan berhalangan untuk menjawab karena sedang ada kegiatan.

Pada tanggal 23 Juni, Tempo memberitakan bantahan Kepala Penerangan Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan (Kodam 1 BB), Rico Julyanto Siagian, ihwal tudingan anggotanya terlibat penganiayaan terhadap Mikael.

Rico menyebut ketika aparat membubarkan massa yang terlibat tawuran, mereka lari berhamburan. Pada saat itu, Mikael tergelincir dan jatuh dari jembatan rel sehingga mengalami luka-luka.

“Anak itu jatuh dari rel,” tutur Rico seperti dilansir Tempo.

‘Ditangkap, panggil orang tua, kan bisa?’: Kesaksian Lenny

Pada hari itu, Lenny, yang tinggal di Deli Serdang, sedang tidak berada di rumah.

“Pulang kampung. Bapak saya meninggal,” ujar Lenny kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pada Selasa (30/07).

Sekitar pukul 15:30 WIB, Lenny mendapat kabar dari putrinya, Grace, bahwa anak bungsunya, Mikael Sitanggang, yang baru menginjak kelas 3 SMP, pergi ke luar rumah untuk membeli makanan.

“Grace tinggal di Thailand. Dia kirim uang ke Mikael untuk beli nasi,” kenang Lenny.

Sekitar jam 21:00 WIB, Lenny mendapat panggilan video dari Grace yang mengabarkan bahwa anak bungsunya yang berusia 15 tahun itu pulang dengan perban di kepala, dada membiru, dan tangan dan kaki mengalami lecet.

Lenny mengaku kesulitan berkomunikasi lebih lanjut karena alasan sinyal buruk.

Dia mengatakan mendapatkan kabar kematian anaknya melalui layar ponsel.

Anaknya meninggal dunia sekitar pukul 04:00 WIB, Sabtu, 25 Mei 2024.

Usai mengadukan kematian anaknya ke LPSK di Jakarta, Selasa (30/07), Lenny mengungkapkan apa yang menjadi ganjalan dalam pikirannya terkait kematian anaknya.

“Seorang aparat [TNI] perannya melindungi. Tapi dia bahkan langsung memukul. Ditangkap, kan, bisa? Bukan langsung dipukul,” kata Lenny Sitanggang, ibu dari mendiang Mikael Histon Sitanggang, 15 tahun.

“Ditangkap, dibawa ke kantor, panggil orang tua, kan, bisa juga. Ini langsung main pukul,” tambah Lenny.

Lenny mengatakan hal itu usai mengadukan peristiwa kematian anaknya kepada LPSK di Jakarta, Selasa (30/07). Dia didampingi tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.

Usai pertemuan, Lenny mengatakan dirinya ingin supaya pelaku yang menyebabkan kematian anak bungsunya ditangkap.

Bagaimana semestinya aparat menangani perkara anak?

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Sri Suparyati, yang menangani audiensi Lenny Damanik dan LBH Medan, mengatakan apa yang menimpa Mikael Sitanggang tidak berbeda jauh dengan Afif Maulana.

Afif Maulana adalah bocah di Sumatra Barat yang, menurut orang tuanya dan LBH Padang, meninggal dunia diduga akibat tindakan kekerasan polisi.

Polda Sumbar membantah tuduhan itu dan mengeklaim Afif meninggal setelah jatuh ke sungai setelah meloncat dari jembatan di atasnya.

Sri menyebut kasus Mikael dan Afif yang jaraknya berdekatan seharusnya menjadi sebuah peringatan bagi aparat untuk membangun sensitivitas terkait perlindungan anak-anak.

“Belum lama ini kita juga memperingati Hari Anak Nasional [jatuh setiap tanggal 23 Juli]. Itu seharusnya juga menjadi sebuah perhatian,” ujar Sri.

Kasus Mikael dan Afif yang berdekatan, menurut Sri, memperlihatkan bahwa aparat seolah tidak memiliki urgensi mengenai penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak-anak.

“Kalau di level TNI, TNI memang posisinya bukan sebagai pihak yang terjun langsung dalam menjaga ketertiban. Konteksnya diperbantukan. Dalam konteks ini seharusnya pihak TNI juga mengedepankan soal mekanisme perlindungan anak,” tegasnya.

BBC News Indonesia belum mendapatkan tanggapan TNI atas penilaian Sri Suparyati ini. Saat dihubungi BBC News Indonesia, juru bicara TNI mengatakan pihaknya sedang menyelidiki kasus ini.

Menurut laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), pada periode Juni 2023 - Mei 2024 terdapat 14 peristiwa penyiksaan yang diduga melibatkan anggota TNI sebagai pelaku utamanya.

Dari total peristiwa tersebut, 12 korban luka-luka dan 7 orang tewas, ungkap KontraS.

Pada periode yang sama, KontraS mencatat terdapat 40 peristiwa penyiksaan yang diduga dilakukan anggota kepolisian – total 10 orang tewas dalam peristiwa tersebut sementara 50 lainnya luka-luka.

‘Dinamika kasus anak di masyarakat kompleks dan rumit’

Imaduddin Hamzah, dosen psikologi Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan pemerhati perlindungan anak, menjelaskan bahwa ketentuan penanganan anak yang berkonflik dengan hukum sebenarnya sudah cukup jelas diatur di beberapa regulasi.

“Di antaranya UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, juga UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” ujar Imaduddin ketika dihubungi pada Jumat (31/07).

Imaduddin menyebut regulasi-regulasi tersebut mengatur tugas, kewenangan, dan kewajiban yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum, pekerja sosial, pembimbing kemasyarakatan, dan pihak terkait lainnya.

Menurut Imaduddin, masing-masing institusi juga telah menerbitkan ketentuan khusus untuk menangani kasus anak pelaku kejahatan dengan tindak pidana dan keadilan restoratif.

“Sebagian aparat juga sudah dilatih tentang sistem peradilan pidana anak,” ujarnya.

Beberapa hal yang menjadi persoalan, lanjut Imaduddin, adalah pemantauan dan pengendalian pimpinan dalam penerapan peraturan.

“Sebagian pimpinan belum paham prosedur penanganan kasus anak sesuai peraturan,” ujarnya.

Imaduddin juga menyoroti masyarakat yang belum sepenuhnya memahami sistem peradilan anak. Selain itu, dinamika kasus anak di masyarakat “kompleks dan rumit” sehingga tidak mampu ditangani oleh aparat dengan pendekatan yang sesuai dengan ketentuan.

Dalam konteks kasus Mikael Sitanggang, Imaduddin menggarisbawahi bahwa pihak TNI tidak termasuk ke dalam pihak yang berperan dalam sistem peradilan pidana anak.

“Artinya apabila yang bersangkutan terbukti [bersalah], maka diproses sebagai tindak pidana yg dilakukan oleh aparat militer dan dapat dikenakan pelanggaran perlindungan anak,” ujarnya.

“Dari kasus ini artinya penting bagi aparat yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, dibekali pemahaman perlindungan anak.”

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas