Sosok Khaled Mashaal yang Berpotensi Menggantikan Ismail Haniyeh jadi Pemimpin Hamas
Hamas menyebut Khaled Mashaal berpotensi menggantikan posisi Ismail Haniyeh sebagai pemimpin kelompok tersebut.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Khaled Mashaal berpotensi menggantikan posisi Ismail Haniyeh sebagai pemimpin baru Hamas.
Sumber Hamas mengatakan, Khaled Mashaal diperkirakan akan dipilih sebagai pemimpin Hamas untuk menggantikan Ismail Haniyeh yang tewas dalam serangan Israel di Ibu Kota Iran, Teheran.
Pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, juga menjadi salah satu kandidat karena ia merupakan favorit Iran dan sekutunya di kawasan tersebut.
Mashaal menjadi terkenal di seluruh dunia pada 1997, setelah agen Israel menyuntiknya dengan racun dalam upaya pembunuhan yang gagal di jalan di luar kantornya di Ibu Kota Yordania, Amman.
Khaled Mashaal, yang lahir di Silwad, Tepi Barat pada 28 Mei 1956 ini, pernah menjadi pemimpin Hamas pada tahun 1996 hingga 2017.
Mashaal menghabiskan 11 tahun pertama hidupnya di Silwad sebelum melarikan diri bersama keluarganya setelah Israel merebut Tepi Barat pada 1967.
Mereka menetap di Kuwait, tempat ayah Mashaal tinggal dan bekerja sebagai buruh tani dan pengkhotbah sejak akhir tahun 1950-an.
Sangat taat beragama, Mashaal tertarik pada aktivisme politik Islam dan bergabung dengan cabang Palestina dari Ikhwanul Muslimin di Kuwait pada usia 15 tahun.
Dikutip dari Britannica, Mashaal mendaftar di Universitas Kuwait pada tahun 1974, mempelajari fisika dan berpartisipasi dalam aktivisme Palestina.
Ia bersama rekan-rekan Islamisnya pernah bentrok dengan faksi nasionalis sekuler yang mendominasi Serikat Mahasiswa Palestina di universitas tersebut.
Kemudian mereka akhirnya memisahkan diri untuk membentuk perkumpulan mahasiswa mereka sendiri.
Baca juga: Ismail Haniyeh Tewas, Netanyahu Sesumbar Siap Terima Skenario Serangan Apa pun ke Israel
Setelah lulus, Mashaal tetap di Kuwait, di mana ia mengajar fisika dan tetap aktif dalam gerakan Islam Palestina.
Pada tahun 1984 ia berhenti mengajar untuk mengabdikan lebih banyak waktu untuk pekerjaan politiknya, yang terdiri dari pengorganisasian dan pengumpulan dana untuk membangun jaringan layanan sosial Islam di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Selain itu, Mashaal juga mengembangkan kemampuan militer Islamis Palestina, yang pada saat itu tertinggal jauh di belakang organisasi gerilya Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), seperti Fatah.