Tegaskan Ogah Minta Maaf karena Kritik Israel, Rektor di Skotlandia Cuek Dipecat dari Posisi Penting
Rektor di Skotlandia dicopot dari Pengadilan Kampus setelah mengkritik Israel atas serangan di Jalur Gaza.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.com - Rektor Universitas St Andrews di Skotlandia, Stella Maris, dipecat dari badan pengadilan universitas setelah melayangkan kritik terhadap serangan Israel di Jalur Gaza.
Kritik yang disampaikan Maris pada November 2023 lalu, juga menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, media lokal melaporkan, dikutip Anadolu Ajansi.
Dalam pernyataannya, Maris mengatakan Palestina telah menjadi sasaran "praktik seperti apartheid, pengepungan, dan pendudukan ilegal."
Pemecatannya dilakukan menyusul penyelidikan atas seruan Maris, apakah "sesuai tanggung jawab dan standar yang dibebankan kepadanya" dalam perannya sebagai rektor.
Maris mengaku kecewa atas pemecatan tersebut. Meski demikian, ia memastikan dirinya tak ambil pusing.
Ia juga menegaskan tak akan meminta maaf atas pernyataannya yang mengkritik Israel.
"Jelas saya dikeluarkan dari pengadilan universitas karena saya menyerukan diakhirinya kejahatan perang Israel terhadap Palestina," katanya.
"Saya tidak akan meminta maaf atas tindakan saya (mengkritik Israel)," tegas Maris.
Anggota senior dan ketua pengadilan universitas, Ray Perman, mengatakan keputusan memecat Maris tidak akan memengaruhi kebebasan berbicara perempuan tersebut.
"Itu adalah haknya (menyuarakan pendapat)," ujar Perman.
Diketahui, pada November 2023, Maris mengirim email kepada para mahasiswa Universitas St Andrews.
Baca juga: Ancaman Al-Qassam pada Netanyahu Sehari setelah Haniyeh Tewas: Kemenangan Israel Hanya Ilusi
Dalam email itu, ia membagikan "perspektif dan pemahaman peribadinya mengenai konflik Israel-Palestina secara langsung kepada mahasiswa yang memilih saya."
Dilansir Palestine Chronicle, ia mendesak para mahasiswa "untuk mencari informasi terbaru dan melakukan uji tuntas sebelum mengambil tindakan apapun berdasarkan isi email ini."
"Kita harus terus mengakui dan mengutuk tindakan-tindakan yang secara internasional dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan dan perang."