PM Bangladesh Sheikh Hasina Mundur, Kediaman Resmi Diserbu Massa
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mengundurkan diri pada Senin (5/8/2024), massa menyerbu kediaman resminya di Dhaka
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mengundurkan diri pada Senin (5/8/2024).
Hal ini dikarenakan unjuk rasa oleh warga Bangladesh yang berlangsung berminggu-minggu sebagai protes antipemerintah.
Mengutip CNN World, Kepala Angkatan Darat Bangladesh Waker-uz-Zaman telah membuat pengumuman.
Ia muncul setelah para pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi perdana menteri di ibu kota, Dhaka.
Gambar-gambar menunjukkan api mengepul dari kendaraan di dekat rumah Hasina, sementara polisi tidak mampu menahan massa yang menyerbu ke arah lingkungan tersebut.
Sebelumnya pada hari itu, militer dan polisi telah menyerang demonstran yang berunjuk rasa di daerah tersebut, menurut seorang reporter CNN yang bekerja di Dhaka.
Setidaknya 91 orang telah tewas di Bangladesh sejak pertengahan Juli, menurut Reuters, selama konfrontasi keras antara polisi dan pengunjuk rasa yang menuntut pencabutan kuota untuk pekerjaan pemerintah.
Sementara, kabar mundurnya PM Bangladesh tersebut disampaikan oleh seorang ajudan senior dari Sheikh Hasina.
Kendati demikian, laporan ini masih dikonfirmasi lebih lanjut oleh Reuters.
Di sisi lain, Hasina dan saudara perempuannya saat ini telah dibawa ke sebuah "tempat penampungan yang aman" dan juah dari kediamannya.
"Anda tahu, situasinya sangat tidak stabil. Apa yang terjadi, saya sendiri tidak tahu," klata Menteri Hukum Bangladesh, Anisul Huq kepada Reuters.
Baca juga: Demo di Bangladesh Makin Memanas, PM Sheik Hasina Dikabarkan Mundur
Sebagai informasi, pada Senin hari ini, para aktivis mahasiswa menyerukan penentangan jam malam nasional untuk menean Hasina agar mengundurkan diri, sehari setelah bentrokan mematikan d seluruh negeri yang menewaskan hampir 100 orang.
Saat para demonstran tengah berbaris di beberapa tempat, personel dengan lapis baja dan tentara tengah berpatroli di jalan-jalan ibu kota Bangladesh, Dhaka.
Kemudian, kontak fisik pun tejradi antara demonstran dan aparat yang berjaga.
Sedikitnya, dikutip dari Daily Star, ada enam orang tewas akibat bentrokan tersebut yang terjadi di daerah Jatrabari dan Dhaka Medical College.
Pada momen tersebut, polisi tampak melemparkan granat suara di beberapa bagian kota untuk membubarkan kelompok-kelompk kecil pengunjuk rasa, demikian laporan dari media massa lokal Bangladesh, Prothom Alo.
Sementara di tempat lain, ribuan pengunjuk rasa mengepung aparat yang ditempatkan di depan sebuah gedung pemerintahan.
Di sisi lain, bentrokan ini turut membuat Kepala Angkatan Darat Bangladesh, Jenderal Waker Uz Zaman sampai menunda pidatonya.
"Beliau sedang mengadakan pembicaraan dengan beberapa pemangku kepentingan di luar militer. Itulah sebabnya penundaan ini," kata salah satu perwira angkatan darat.
Sebelumnya, kantor juru bicara militer telah meminta kepada masyarakat untuk menahan diri sampai Waker Uz Zaman berpidato.
Pemicu Gelombang Unjuk Rasa
Sebenarnya, gelombang unjuk rasa oleh mahasiswa ini telah meletus sejak hampir dua bulan lalu.
Dikutip dari CNN, protes mahasiswa yang menjurus ke anti-pemerintahan itu berawal dari aturan sistem kuota yang hanya dianggap menguntungkan keluarga dan keturunan mantan personel militer yang berjuang untuk kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada tahun 1971.
Padahal sistem ini sudah ditangguhkan oleh pemerintah tetapi ada gugatan di pengadilan yang justru membuka peluang lagi sistem kuota semacam itu bakal berlaku.
Baca juga: Kerusuhan di Bangladesh Tewaskan Ratusan Orang, Perdana Menteri Sheikh Hasina Salahkan Oposisi
Lantas, Mahkamah Agung Bangladesh pun akhirnya membuat keputusan untuk memerintahkan kuota untuk mantan anggota militer dikurangi dari 30 persen menjadi 5 persen.
Setelah adanya putusan tersebut, unjuk rasa pun sempat mereda dalam beberapa hari, tetapi kemudian meletus kembali dan menjurus kepada gerakan anti pemerintah.
Unjuk rasa ini menuntut keadilan bagi para korban selama demonstrasi serupa yang terjadi sebelumnya.
Sebagai informasi, dalam sebulan terakhir, 200 orang tewas hingga 10.000 orang ditangkap buntut aksi demonstrasi tersebut.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)