Eks Pejabat Mossad Sebut Israel Salah Prediksi: Yahya Sinwar Bukan Pemimpin yang Lemah
Seorang mantan pejabat Mossad, Rami Igra mengatakan semua perkiraan Israel terkait kepala biro politik Hamas Yahya Sinwar tidak tepat.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Seorang mantan kepala divisi tawanan dan orang hilang di Mossad, Rami Igra mengatakan semua perkiraan Israel terkait kepala biro politik Hamas Yahya Sinwar tidak tepat.
Menurut Igra, Sinwar bukan pemimpin yang lemah, justru ia adalah pemimpin yang lebih kuat dari sebelumnya.
"Dia menjadi lebih kuat, Dia tidak melemah bertentangan dengan semua evaluator, dan ditunjuk sebagai yang paling berkuasa di Hamas," kata Igra, mengutip dari media Israel, Maariv.
Pernyataan Igra ini merujuk pada kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Igra menjelaskan bahwa nantinya kesepakatan gencatan senjata akan segera terjadi dan Israel kemungkinan besar akan kalah.
"Dalam kesepakatan yang akan segera terjadi, kita akan mendapatkan sangat sedikit dari hasil yang diperoleh," kata Igra.
Igra menekankan, di bawah pemerintahan Israel saat ini, tidak akan mendapatkan kemenangan apabila terus-terusan keras dengan Hamas.
“Selama Israel tidak memberikan alternatif pemerintahan yang nyata bagi Hamas di Gaza, maka Hamas akan memegang kendali, dan Sinwar membuktikannya dengan fakta bahwa ia diangkat menjadi kepala biro politik,” imbuhnya, dikutip dari Middle East Monitor.
Minggu lalu, Hamas memilih Sinwar menjadi kepala biro politiknya untuk menggantikan Ismail Haniyeh.
Ismail Haniyeh terbunuh di Teheran pada 31 Juli.
"Ismail Haniyeh dan salah satu pengawalnya tewas setelah tempat tinggal mereka menjadi sasaran di Teheran pada tanggal 31 Juli," dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh IRGC, dikuti dari Mehr News.
Sinwar menghabiskan 22 tahun di penjara Israel.
Baca juga: Soal Gencatan Senjata di Gaza: Yahya Sinwar Sepakati Proposal Joe Biden, Sikap Netanyahu Tak Jelas
Ia dibebaskan melalui kesepakatan pertukaran tahanan yang membebaskan lebih dari 1.000 tahanan Palestina pada tahun 2011 untuk mengamankan pembebasan tentara Israel Gilad Shalit.
Akan tetapi, berkat itulah ia menjadi ahli dalam urusan Israel dan bahkan belajar bahasa Ibrani.
Pada tahun 2011, Sinwar dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran Hamas.
Setelah resmi bebas, Sinwar naik pangkat di Hamas.
Sinwar kemudian menjabat sebagai biro politik Hamas pada tahun 2012.
Ia mengemban tugas sebagai seseorang yang berkoordinasi dengan Al-Qassam.
Pada tahun 2017, Sinwar menjadi kepala Hamas di Gaza, menggantikan Haniyeh, yang terpilih sebagai ketua biro politik kelompok tersebut.
Pada tahun 2021, Sinwar berjanji pihaknya tidak akan mengibarkan bendera putih untuk Israel.
"Selama kurun waktu yang lama, kami mencoba perlawanan damai dan populer. Kami berharap dunia, orang-orang bebas, dan organisasi internasional akan mendukung rakyat kami dan menghentikan pendudukan melakukan kejahatan dan pembantaian terhadap rakyat kami. Sayangnya, dunia hanya berdiri dan menonton," katanya.
Sementara itu, Israel menuduh Sinwar menjadi dalang di balik serangan 7 Oktober di Israel.
Pemimpin Palestina yang bermarkas di Gaza itu dianggap menjadi musuh publik nomor satu di Israel.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Mossad dan Yahya Sinwar