Serangan Houthi ke Kapal Minyak Yunani Bawa Bencana, Laut Merah Terancam Kena Polusi Lingkungan
Houthi dilaporkan menyerang sebuah kapal tanker isi minyak berbendera Yunani, Seunion, di Laut Merah pada Rabu (21/8/2024).
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM – Milisi sayap kanan Yaman, Houthi, dilaporkan menyerang sebuah kapal tanker isi minyak berbendera Yunani, Seunion, di Laut Merah pada Rabu (21/8/2024).
Serangan itu diungkap oleh Kementerian Pelayaran Yunani dan Operasi Perdagangan Maritim Inggris Raya (UKMTO).
Dalam laporannya mereka mengatakan bahwa kapal tanker Sounion yang mengangkut 150.000 ton minyak mentah menjadi sasaran tembakan proyektil dari dua perahu kecil militan Houthi saat berada di sekitar 143 km di barat Pelabuhan Yaman, Hodeidah.
“Kapal itu sedang dalam perjalanan dari Irak ke pelabuhan dekat Athena di mana terdapat banyak kilang minyak, kata otoritas pelabuhan Yunani, dikutip dari Al Jazeera.
“Namun secara mengejutkan Sounion diserang oleh lebih dari selusin orang di dua perahu kecil yang menembakkan beberapa proyektil ke kapal tersebut ketika berada sekitar 77 mil laut (143 km) di sebelah barat kota pelabuhan Yaman, Hodeidah, pada Rabu pagi,” imbuhnya.
Houthi melakukan serangan lantaran menuduh bahwa Sounion merupakan kapal yang terafiliasi dengan Israel.
Selain itu Houthi menilai bahwasannya Kapal tanker Sounion telah melanggar larangan masuk ke pelabuhan-pelabuhan Palestina yang diduduki.
Alasan tersebut yang membuat Houthi murka, menyerang Kapal tanker Sounion hingga kapal minyak itu mengalami kebakaran hebat.
Bangkai Kapal Berpotensi Cemari Lingkungan
Sebanyak 25 awak kapal yang terdiri dari dua warga Rusia dan 23 orang Filipina berhasil dievakuasi.
Namun, karena kondisi kapal yang rusak parah pada bagian mesin kapal dan daya mesin, kapal kargo itu terpaksa ditinggalkan, terombang-ambing ditengah laut Timur Tengah.
Sementara itu, minyak mentah sebanyak 150.000 ton yang berada di dalam kapal kini menjadi ancaman navigasi dan lingkungan di wilayah tersebut, menurut pernyataan Eunavfor Aspides.
Baca juga: Houthi Diduga Lancarkan 3 Serangan, Targetkan Kapal di Selat Bab el-Mandeb
“Para awak kapal meninggalkan kapal dan telah diselamatkan oleh misi Uni Eropa,” Ujar UKMTO.
Mengantisipasi meluasnya bencana lingkungan akibat tumpahan minyak, Delta Tankers, perusahaan pemilik kapal, menyatakan sedang bekerja untuk memindahkan kapal tersebut ke lokasi yang lebih aman untuk pemeriksaan dan perbaikan lebih lanjut.
Kapal Mitra Israel Boncos
Adapun konflik Laut Merah pertama kali pecah pada November lalu tepatnya setelah Houthi melakukan serangan ke kapal–kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 29.000 jiwa.
Imbas serangan Houthi, mitra Israel dilaporkan boncos akibat melonjaknya biaya premi atau asuransi mencapai 50 persen saat kapal akan melakukan transit di Laut merah.
Lonjakan tarif terjadi usai angkatan bersenjata Houthi Yaman terus menargetkan ketiga kapal itu, alasan ini yang membuat perusahaan asuransi menjatuhkan tarif premi lebih mahal mencapai ratusan ribu dolar AS untuk kapal-kapal yang memiliki hubungan dengan AS, Inggris, dan Israel.
“Kapal yang memiliki hubungan dengan Amerika Serikat, Inggris, atau Israel akan dikenakan tarif yang lebih tinggi sekitar 20 hingga 50 persen, lebih banyak dibandingkan kapal lain yang berlayar di Laut Merah,” jelas David Smith, kepala broker asuransi McGill and Partners dikutip dari Almayadeen.
“Langkah ini diambil untuk menghindarkan diri dari ancaman kerugian akibat perusahaan harus menutup bisnis yang resikonya sangat tinggi,” imbuh Smith.
Selain itu imbas serangan Houthi banyak perusahaan Israel, Amerika dan Inggris merugi akibat biaya pengiriman barang mengalami kenaikan sebanyak 100 persen.
Ini karena kapal dagang kargo yang melakukan perjalanan ke Israel harus putar balik mengelilingi Afrika menuju jalur Terusan Suez yang menghubungkan laut Tengah dengan Laut Merah agar tak menjadi sasaran target Houthi Yaman.
Alasan itu yang membuat para mitra Israel untuk menunda aktivitas perdagangan hingga berimbas pada lesunya nilai ekspor dan impor.
Belum diketahui secara pasti kapan ketegangan ini mereda, namun para analis menilai, apabila perubahan jalur terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat memukul ketiga ekonomi negara diatas yang saat ini tengah berada di jurang resesi.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)