Jihad Islam Palestina: AS Penghalang Utama Gencatan Senjata di Gaza
Pejabat senior Jihad Islam mengatakan AS menjadi kendala utama perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pejabat tinggi gerakan perlawanan Jihad Islam Palestina (PIJ) mengatakan, Amerika Serikat adalah hambatan utama bagi perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Sebab, AS tidak memberikan tekanan pada rezim pendudukan Israel untuk menerima proposal gencatan senjata permanen di wilayah tersebut, PressTV melaporkan.
Wakil Sekretaris Jenderal Jihad Islam, Muhammad al-Hindi, mengatakan pada Senin (26/8/2024) malam:
"Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak ingin gencatan senjata di Jalur Gaza dicapai."
"Kami berkoordinasi dengan kelompok Hamas mengenai apa saja yang terjadi selama negosiasi gencatan senjata di Kairo."
"Posisi nasional kami sama dengan apa yang Hamas nyatakan di ibu kota Mesir."
Hindi menambahkan, keinginan Netanyahu atas kendali Israel di Koridor Philadelphia, bermotif politik dan tidak ada hubungannya dengan dugaan masalah keamanan.
Koridor Philadelphia adalah hamparan tanah sempit sepanjang 14,5 kilometer di sepanjang perbatasan selatan Gaza dengan Mesir.
“Pengendalian perbatasan Rafah adalah masalah internal Palestina, dan tidak ada pihak yang dapat mendikte bagaimana hal itu harus dikelola,” kata pejabat senior Jihad Islam tersebut.
Hindi kemudian menyebut, Amerika Serikat sebagai hambatan utama bagi perjanjian gencatan senjata Gaza.
Ia menekankan, akan menjadi kepentingan elektoral terbaik Gedung Putih jika kesepakatan gencatan senjata dicapai di Gaza.
Baca juga: Sayap Hamas dan Jihad Islam Klaim Tanggung Jawab atas Ledakan Bom di Tel Aviv
Ia juga menegaskan kembali perlunya pergerakan bebas warga Palestina antara utara dan selatan Jalur Gaza.
“Musuh kita, Zionis, mengingkari apa yang telah disepakati sebelumnya demi tujuan partisan dan politis," tambah Hindi.
"Pendudukan rezim di perlintasan Gaza memungkinkannya untuk terus mengendalikan pergerakan dan kehidupan warga Palestina di wilayah tersebut."