Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
BBC

Sabina Shoal, titik api baru di tengah sengketa China dan Filipina di Laut China Selatan

China dan Filipina saling menyalahkan satu sama lain dalam tabrakan yang terjadi di sekitar Sabina Shoal dalam beberapa hari terakhir.

zoom-in Sabina Shoal, titik api baru di tengah sengketa China dan Filipina di Laut China Selatan
BBC Indonesia
Sabina Shoal, titik api baru di tengah sengketa China dan Filipina di Laut China Selatan 

Sebuah titik perselisihan baru mengemuka di tengah sengketa antara China dan Filipina di Laut China Selatan. Kedua negara ini telah memperjuangkan klaim mereka atas sejumlah pulau dan zona-zona di Laut China Selatan.

Perselisihan keduanya kian memanas selama beberapa tahun belakangan yang ditandai oleh semakin seringnya tabrakan kapal, pertikaian, hingga tuduhan ancaman bersenjata.

Namun pada pekan lalu, perselisihan memuncak ketika kapal-kapal China dan Filipina bertabrakan di dekat Sabina Shoal. Keduanya saling menuduh satu sama lain telah sengaja menabrak.

Sabina Shoal diklaim oleh China sebagai Xianbin Jiao, sedangkan bagi Filipina dianggap sebagai Escoda Shoal.

Lokasinya berjarak sekitar 75 mil laut dari pantai barat Filipina dan 630 mil laut dari China.

Apa yang terjadi di Sabina Shoal?

Pada 19 Agustus, beberapa kapal China dan Filipina bertabrakan di kawasan Kepulauan Spratly yang disengketakan.

Wilayah ini kaya akan minyak dan gas. Baik China dan Filipina telah mengeklaim kawasan ini selama bertahun-tahun.

BERITA TERKAIT

Penjaga pantai China menuduh kapal Filipina “sengaja menabrak” mereka.

Sementara itu, Filipina menuding bahwa kapal-kapal China melakukan “manuver agresif”.

Tabrakan kedua terjadi pada Minggu (25/08), dan kedua belah pihak lagi-lagi saling menyalahkan satu sama lain.

Pihak lain termasuk Inggris, Jepang, Australia, Korea Selatan hingga Uni Eropa telah mengkritik tindakan China.

Pada Senin, Filipina mengatakan bahwa 40 kapal China menghalangi dua kapal mereka yang menjalankan “misi kemanusiaan” untuk mengirimkan suplai logistik ke Teresa Magbuana, sebuah kapal penjaga pantai Filipina yang dikerahkan ke Sabina Shoal beberapa bulan lalu.

Filipina mencurigai China berupaya merebut kembali Sabina Shoal.

Mereka menunjukkan gundukan pasir dan karang yang hancur di Sabina Shoal, yang direkam oleh penjaga pantai Filipina, lalu menuduh China memanfaatkan materialnya untuk memperluas wilayah itu.

Media pemerintah China menyebut tuduhan tersebut “tidak berdasar”.

Sementara itu, Filipina mengirim Teresa Magbuana ke Sabina pada April sebagai wujud kehadiran jangka panjang mereka di kawasan ini.

Bagi Filipina, ini adalah upaya untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Kepulauan Spratly.

Sedangkan China menganggap kehadiran Teresa Magbuana membuktikan niat Filipina untuk menduduki Sabina Shoal.

Pernyataan terbaru yang diterbitkan oleh kantor berita pemerintah China, Xinhua, menyinggung soal sebuah kapal era Perang Dunia II yang usang dan dikandaskan oleh Filipina pada tahun 1999 di Second Thomas Shoal, yang dalam bahasa China dikenal sebagai Ren'ai Jiao.

Filipina masih menempatkan sejumlah tentara di Teresa Magbuana yang membutuhkan suplai pangan secara rutin.

Kapal tersebut terus menerus menjadi pemicu gesekan antara kedua negara.

China terus berupaya memblokir misi membawa pasokan logistik ke kapal itu.

“Setelah 25 tahun berlalu, kapal itu masih ada di sana. Jelas sekali, Filipina berusaha mengulangi skenario ini di Xianbin Jiao,” tulis artikel tersebut.

“China tidak akan pernah tertipu oleh Filipina lagi.”

Apakah ini menunjukkan eskalasi ketegangan China dan Filipina?

Telah terjadi serangkaian pertemuan berbahaya dalam beberapa bulan terakhir karena kedua belah pihak berupaya menegakkan klaim mereka atas terumbu karang yang disengketakan, termasuk Second Thomas Shoal dan Scarborough Shoal.

Tabrakan biasanya terjadi akibat permainan kucing-kucingan yang dilakukan kedua kapal, saat mereka berusaha mengusir pihak lain.

China semakin sering menembakkan meriam air dan laser yang kuat ke kapal-kapal Filipina.

Filipina juga menuduh China menaiki kapal mereka, yang menyebabkan perkelahian, serta menyita barang-barang dan menusuk kapal karet mereka.

Manila belakangan menuduh personel penjaga pantai China yang dipersenjatai dengan pisau, tombak dan pedang menaiki salah satu kapal militer mereka dan mengancam para prajurit mereka.

“Kami sedang berjuang melawan musuh yang lebih kuat,” kata kepala pertahanan Filipina Gilberto Teodoro pada hari Selasa, seraya mengimbau masyarakat internasional untuk mengeluarkan ‘seruan keras terhadap China’.

Tidak ada korban jiwa sejauh ini, walaupun Filipina mengatakan sejumlah tentaranya mengalami luka-luka.

Namun, Presiden Marcos Jr telah mengultimatum bahwa setiap kematian warga Filipina akibat tindakan China akan dianggap sebagai “tindakan perang”.

Para pengamat khawatir perselisihan kedua negara ini pada akhirnya dapat memicu konfrontasi yang lebih besar di Laut China Selatan.

Filipina sebelumnya telah meminta PBB menengahi sengketa ini.

PBB kemudian menyatakan bahwa China tidak memiliki klaim yang sah. China selama ini mengeklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan berdasarkan batas yang mereka sebut sebagai sembilan garis putus-putus.

Namun Beijing menolak mengakui keputusan PBB tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir, kedua negara telah berupaya meredakan konflik di laut.

Pada bulan lalu, mereka sepakat mengizinkan Filipina menyuplai kembali makanan, logistik dan personel ke pos terdepan di Second Thomas Shoal. Sejak saat itu, tidak ada bentrokan yang dilaporkan.

Tetapi, insiden di Sabina Shoal menimbulkan pertanyaan apakah upaya de-eskalasi seperti itu efektif ketika perselisihan dapat dengan mudah berpindah ke tempat yang baru.

Laporan tambahan oleh BBC Monitoring.

Sumber: BBC Indonesia
BBC
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas