Kekuatan Hamas Bertambah, Tentara Israel Dilema: Tak Cukup Personel Perang di Gaza atau Tepi Barat
Pasukan pendudukan Israel harus mundur dari Gaza karena tidak ada cukup pasukan untuk bertempur di beberapa front pada saat yang sama
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Meski demikian, Brik menyarankan agar dengan mendahului keadaan dan menyetujui kesepakatan untuk memulangkan tawanan dan tahanan, pertempuran di Gaza harus diakhiri.
Jengah dan Kelelahan di Perang Multi-Front
Terkait kondisi pasukan Israel secara umum saat ini, sebuah laporan di The Wall Street Journal menyatakan kalau serangan multi-front tentara pendudukan Israel (IDF) terhadap petempur milisi perlawanan di Tepi Barat menyoroti kompleksitas kondisi yang memburuk di wilayah-wilayah pendudukan.
"Pengerahan kekuatan militer skala besar di Tepi Barat juga menggambarkan tuntutan baru terhadap tentara Israel yang sudah kehabisan tenaga karena perang di Jalur Gaza, dan eskalasi di perbatasan dengan Lebanon," tulis laporan tersebut.
Baca juga: Update Perang Tepi Barat, Hamas Double Attack di Gush Etzion-Karmei Tzur, Israel Kepung Hebron
Surat kabar tersebut menjelaskan dalam sebuah laporan yang diterjemahkan oleh “Arabi 21”, mengutip analis Israel yang mengatakan: “Pertempuran baru di Tepi Barat telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya pertempuran berkepanjangan di berbagai bidang.”
“Tentara saat ini sudah kelelahan,” kata Guy Aviad, seorang mantan perwira dan peneliti Israel spesialis soal Hamas.
“Pada akhirnya, kami memiliki kelompok tentara cadangan yang sangat terbatas yang menanggung beban pertempuran sepanjang waktu,” katanya.
Surat kabar tersebut menunjukkan bahwa faksi-faksi perlawanan Palestina yang lebih baru dan lebih muda telah bermunculan serta meningkat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun pemerintah pendudukan dan tentara IDF menggunakan segala cara untuk menekan mereka.
"Di sisi lain, pemerintah Israel mencakup beberapa pemimpin pemukim terkemuka, berupaya memperluas permukiman dan melancarkan agresi terhadap kota-kota Palestina," katanya menjelaskan faktor penyebab terus bermunculannya faksi-faksi perlawanan Palestina di Tepi Barat.
Dia menyinggung tentang kematian komandan Batalyon Jenin di Brigade Al-Quds di Tulkarem, Muhammad Jaber “Abu Shuja,”.
"Dia adalah simbol dari generasi baru “pemimpin bersenjata di Tepi Barat, dan dia menangkap imajinasi beberapa pemuda Palestina sebelumnya, setelah berita pembunuhannya menyebar,” kata Aviad menyiratkan kalau kemartiran Abu Shuja justru menginspirasi pemuda lain Palestina untuk angkat senjata dan melawan.
Surat kabar itu mengatakan: Bahkan sebelum agresi terhadap Gaza, Tepi Barat sudah berada dalam kekacauan dengan meningkatnya serangan militer dan serangan kekerasan terhadap warga Palestina oleh pemukim, dan “perang di Gaza semakin memperburuk situasi di Tepi Barat,” ujarnya.
622 Warga Palestina Gugur Sejak 7 Oktober, Pemukim Lakukan 1.200 Serangan
Kelompok hak asasi manusia menuduh unit tertentu tentara Israel melakukan pelanggaran terhadap warga Palestina di Tepi Barat, termasuk unit tentara ekstremis yang berada di bawah pengawasan setelah kematian seorang pria lanjut usia Palestina-Amerika yang ditahan oleh tentara pada tahun 2022.
Investigasi militer Israel menggambarkan insiden itu sebagai kegagalan moral di pihak tentara, yang tergabung dalam Batalyon Netzah Yehuda.
“Kami telah melihat warga Palestina di Tepi Barat harus bersikap defensif,” kata Tahani Mustafa, analis senior Palestina di International Crisis Group, sebuah organisasi resolusi konflik yang berbasis di Brussels masalah keamanan pribadi pada saat ini, apakah itu terhadap tentara atau pemukim Israel yang ekstremis.”