Ketua Federasi Pekerja yang Dipecat JAL Jepang Minta segera Selesaikan Masalah Setelah 13 Tahun
Yang dipecat adalah kapten yang berusia di atas 55 tahun, kopilot yang berusia di atas 48 tahun dan pramugari yang berusia di atas 53 tahun.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Ketua Federasi Pekerja Yang Dipecat JAL Jepang (JHU), Hiroya Yamaguchi, meminta masalah pemecatan banyak pilot dan pramugari Japan Airlines (JAL) segera diselesaikan secepatnya setelah 13 tahun selama ini belum ada pemecahan kasus.
"Sebanyak 165 Karyawan JAL dipecat secara paksa pada Malam Tahun Baru 13 tahun yang lalu," papar Yamaguchi khusus kepada Tribunnews.com baru-baru ini.
Japan Airlines Co., Ltd. (JAL) mengalami kebangkrutan finansial pada Januari 2010 akibat manajemen perusahaan yang lemah.
"Pada Malam Tahun Baru tahun itu, 81 pilot dan 84 pramugari diberhentikan secara tidak adil dengan dalih PHK dan pemerintah Jepang sangat terlibat dalam kegagalan manajemen dan rehabilitasi JAL," lanjutnya.
Baca juga: Pertama Kalinya Presiden JAL Dipimpin Wanita, Ini Sosok Mitsuko Tottori, Mantan Pramugari Jepang
Yang dipecat adalah kapten yang berusia di atas 55 tahun, kopilot yang berusia di atas 48 tahun dan pramugari yang berusia di atas 53 tahun.
Termasuk pula mereka yang tidak hadir karena sakit ikut dipecat.
"Pengalaman penting saat mengoperasikan pesawat terbang, dan tidak ada perusahaan penerbangan lain di dunia yang memecat orang yang paling berpengalaman terlebih dahulu. Padahal ini adalah pengabaian total terhadap keselamatan. JAL tidak menunjukkan penyesalan atas fakta bahwa 744 orang tewas dalam kecelakaan pesawatnya di masa lalu," lanjutnya.
PHK yang Tidak Perlu! Tujuan sebenarnya adalah membubarkan serikat pekerja
Pada saat pemecatan, menurut Yamaguchi lagi, perusahaan memperoleh laba sebesar 158,6 miliar yen, dan telah melampaui target pengurangan personelnya secara signifikan.
"Meskipun masalah tersebut disengketakan di pengadilan, manajemen tidak pernah mengungkapkan jumlah karyawan yang dibutuhkan saat itu dan jumlah tersebut sebenarnya berkurang. Pengadilan juga tidak meminta perusahaan untuk memberikan angka-angka tersebut.
Selain itu, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang mengakui bahwa manajemen JAL melakukan pemecatan tanpa mengungkapkan jumlah personel, tambahnya.
"Telah menjadi jelas bahwa tujuan pemecatan ini adalah untuk menggunakan situasi kebangkrutan untuk membunuh serikat pekerja".
Praktik ketenagakerjaan yang tidak adil yang dilakukan dalam proses pemecatan dikutuk oleh Mahkamah Agung, tekan Yamaguchi lagi.