Israel sudah empat kali menginvasi Lebanon, apa bedanya dengan invasi kali ini?
Sebelum serangan darat pada 1 Oktober 2024, Israel sudah empat kali menginvasi Lebanon sejak 1978.
Israel telah melakukan serangan darat ke Lebanon pada 1 Oktober 2024 setelah berhari-hari membombardir negara tersebut dengan alasan menargetkan kelompok Hizbullah secara “terbatas, terlokalisasi, dan terarah".
Sebelum 1 Oktober, Israel sudah empat kali menginvasi Lebanon sejak 1978.
Lalu, apa bedanya serangan kali ini dengan invasi-invasi sebelumnya?
1978: Invasi pertama
Lebanon merupakan tujuan utama pengungsi Palestina setelah berdirinya Negara Israel pada 1948. Para pengungsi tersebut mencakup berbagai milisi Palestina, termasuk PLO.
Milisi-milisi tersebut menyerang Israel dari Lebanon, sehingga negara itu terseret ke dalam konflik.
Israel menginvasi Lebanon untuk pertama kalinya pada 1978 sebagai respons atas serangan kelompok paramiliter Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang membajak sebuah bus dan menewaskan sebanyak 38 warga sipil Israel. Peristiwa itu dikenal di Israel sebagai pembantaian Jalan Pesisir.
Setelah kejadian tersebut, pasukan Israel memasuki Lebanon selatan dan mundur dua bulan kemudian. Mereka membentuk zona penyangga di wilayah Lebanon, yang diduduki sampai tahun 2000.
Invasi pertama ini menyebabkan sedikitnya 2.000 kombatan dan warga sipil tewas di pihak Lebanon. Di pihak Israel, 18 tentara tewas.
1982: Invasi terbesar
Operasi Israel yang paling besar di Lebanon terjadi pada 1982, saat Perang Saudara Lebanon.
Ribuan tentara Israel beserta ratusan tank dan kendaraan lapis baja melintasi perbatasan untuk memukul mundur milisi PLO, yang terus menyerang Israel dari Lebanon.
Tujuan Israel adalah menggempur posisi PLO agar mereka tidak menyerang Israel.
Pasukan Israel menembus beberapa garis depan Lebanon dan mampu mencapai pinggiran ibu kota Beirut dalam waktu seminggu.
Selama serangan itu, pasukan Israel bertanggung jawab atas pembantaian sejumlah pengungsi Palestina.
Israel mundur tiga bulan kemudian dan menciptakan zona penyangga di Lebanon. Di pihak Lebanon, sedikitnya 20.000 orang tewas. Sebagian besar adalah warga sipil.
Di pihak Israel, 654 tentara tewas.
1996: Musuh anyar dan invasi baru
Invasi Israel pada 1982 berhasil menggusur PLO, yang memindahkan kantor pusatnya dari Lebanon ke Tunisia. Namun setelah itu, kelompok paramiliter Hizbullah dibentuk. Kelompok itu menganggap Israel sebagai musuh dan berusaha menyerangnya.
Pada April 1996, pasukan Israel menyerang Hizbullah untuk pertama kalinya, sebagai respons atas serangan roket oleh kelompok tersebut. Invasi tersebut berlangsung lebih dari dua pekan.
Sebanyak 250 warga Lebanon dan 13 anggota Hizbullah tewas. Adapun Israel tidak menderita kerugian apa pun.
Israel dan Hizbullah tetap berselisih dan beberapa kali kedua pihak saling serang. Hizbullah tercatat menembakkan roket ke wilayah Israel, sedangkan Angkatan Udara Israel membombardir wilayah Lebanon.
2006: 34 hari perang
Pada Juli 2006, Hizbullah membombardir kota-kota Israel yang kemudian disusul dengan serangan darat ke wilayah Israel. Sejumlah anggota Hizbullah menyerang dua kendaraan militer, menewaskan delapan tentara dan menyandera dua serdadu lainnya.
Israel merespons dengan melakukan serangan udara besar-besaran dan tembakan artileri ke berbagai wilayah Lebanon. Israel juga memblokade wilayah udara dan laut Lebamon, serta invasi darat ke Lebanon selatan.
Perang berlangsung selama 34 hari dan berakhir dengan gencatan senjata.
Sekitar 1.191 orang tewas di Lebanon, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. Di pihak Israel, 121 tentara dan 44 warga sipil tewas.
Apa kata para pakar militer?
Tindakan Israel terhadap Hizbullah telah mengubah keseimbangan antara Israel dan Lebanon untuk saat ini, menurut Editor Internasional BBC, Jeremy Bowen: "...dalam beberapa minggu terakhir, Israel telah memenggal organisasi Hizbullah dan menghancurkan setengah dari persenjataannya, menurut otoritas Amerika dan Israel; serta menginvasi Lebanon."
Analis militer Israel, Yoav Stern, mengatakan kepada BBC bahwa ia meyakini bahwa strategi mirip tahun 2006, dengan serangan terbatas, akan kembali terjadi kali ini. Menurutnya, serangan tahun ini berbeda dengan serbuan besar-besaran pada 1982.
"Invasi kali ini akan berjalan lambat, hati-hati, dan penuh perhitungan, termasuk menduduki kota-kota di Lebanon selatan satu per satu, alih-alih melakukan invasi secara cepat dan menyeluruh ke poros-poros utama," kata Stern.
Ia menambahkan bahwa Hizbullah telah lama bertahan di kota-kota Lebanon selatan sehingga kecil kemungkinan Israel akan menduduki kota-kota ini dan meninggalkannya dengan cepat.
Akan tetapi, ada perbedaan antara serangan ke Lebanon dan serangan di Gaza setelah 7 Oktober 2023. Di Gaza, kekuatan militer Israel jauh melampaui kekuatan Hamas.
Di Lebanon, situasinya bisa jauh lebih menantang—meskipun Israel telah membunuh sejumlah petinggi Hizbullah dan merusak infrastruktur kelompok tersebut.
"Hizbullah bukanlah Hamas: mereka memang telah dirusak tetapi persenjataan mereka masih cukup kuat dan mereka menempati posisi strategis," kata Profesor Amin Saikal, pakar Timur Tengah di Universitas Nasional Australia.
"Kelompok itu akan mampu melancarkan perlawanan tanpa henti terhadap pendudukan Israel. Ini bisa menimbulkan korban jiwa dan material yang besar bagi negara Yahudi itu," jelasnya.
Editor Internasional BBC, Jeremy Bowen, menekankan bahwa Israel belum mencapai salah satu tujuan utamanya dalam operasi di Gaza.