Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Uni Eropa Didesak Tinjau Kembali Kebijakan Anti-Deforestasi EUDR

Semakin banyak pemerintah, organisasi perdagangan internasional, dan bisnis mendesak Uni Eropa pertimbangkan lagi Regulasi Anti-Deforestasi…

zoom-in Uni Eropa Didesak Tinjau Kembali Kebijakan Anti-Deforestasi EUDR
Deutsche Welle
Uni Eropa Didesak Tinjau Kembali Kebijakan Anti-Deforestasi EUDR 

Kritikus mengatakan bahwa regulasi tersebut akan mendiskriminasi negara-negara yang memiliki sumber daya hutan dan merugikan ekspor. Sementara mereka yang mendukung Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa (UE), atau EUDR, mengatakan bahwa regulasi tersebut akan membantu memerangi degradasi hutan dalam skala global.

Sejumlah asosiasi komoditas mengatakan bahwa mereka mendukung tujuan regulasi tersebut, tetapi kesenjangan dalam implementasinya dapat merugikan bisnis mereka. Sedangkan organisasi lingkungan menyuarakan dukungan dan mengatakan bahwa EUDR akan membantu memperlambat deforestasi global, yang merupakan sumber emisi karbon terbesar kedua setelah bahan bakar fosil.

Apa itu Peraturan EUDR?

Mulai 30 Desember 2024, ketentuan EUDR akan berlaku untuk perusahaan besar dan menengah yang memasarkan produknya di kawasan Uni Eropa. Peraturan Deforestasi Uni Eropa EUDR akan melarang penjualan produk turunan hasil hutan, jika perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa barang mereka tidak terkait dengan deforestasi. Mulai 30 Juni 2025, EUDR juga akan berlaku untuk perusahaan skala kecil dan mikro.

Cakupannya meliputi kakao, kopi, kedelai, sapi, minyak kelapa sawit, karet, kayu, dan produk yang berasal dari komoditas tersebut. Untuk dapat menjual produk tersebut di Uni Eropa, perusahaan besar harus membuktikan bahwa produk mereka berasal dari lahan yang hutannya belum ditebang sejak 1 Januari 2021. Ini terlepas dari apakah penggundulan hutan tersebut legal atau tidak di negara asalnya.

Perusahaan kecil yang berada di rantai pasokan yang lebih bawah harus tunduk pada kewajiban yang sama dan tetap bertanggung jawab secara hukum jika terbukti ada peraturan yang dilanggar. Namun, mereka tidak bertanggung jawab atas uji tuntas untuk bagian-bagian produk yang sudah menjadi subjek peninjauan.

Kegagalan dalam mematuh EUDR dapat mengakibatkan sanksi finansial dan pembatasan akses ke pasar UE. Peraturan tersebut juga memperkenalkan sistem pembandingan yang memeringkat negara atau kawasan berdasarkan risiko ketidakpatuhan terhadap EUDR dalam tiga kategori: rendah, standar, atau tinggi.

"Kami telah bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk membantu mereka mempersiapkan diri bagi berlakunya peraturan tersebut," kata juru bicara Komisi Eropa Adalbert Jahnz dalam jumpa pers baru-baru ini di Brussels, Belgia.

BERITA REKOMENDASI

"Kami terus meninjau situasi ini. Kami bekerja keras untuk memastikan bahwa semua persyaratan terpenuhi demi kelancaran penerapan hukum," ujarnya.

Seruan menunda penerapan EUDR

Pejabat dari negara-negara eksportir utama komoditas yang terkena dampak, termasuk Brasil, Indonesia, dan Pantai Gading, menolak peraturan tersebut. Mereka mengatakan EUDR dapat menjadi hambatan perdagangan, berdampak negatif pada petani kecil, dan mengganggu rantai pasokan.

"Peraturan ini mengabaikan kondisi dan kemampuan di tingkat lokal, undang-undang tingkat nasional, mekanisme sertifikasi, upaya mereka untuk memerangi deforestasi, dan komitmen multilateral negara-negara produsen, termasuk prinsip tanggung jawab bersama," kata kedutaan besar Indonesia di Brussels dalam sebuah pernyataan. Indonesia adalah eksportir minyak sawit terbesar di dunia dan mengekspor banyak komoditas turunan produk hutan.

Politisi di Uni Eropa juga telah menyuarakan kekhawatiran serupa dan meminta penundaan. Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta agar peraturan tersebut ditangguhkan. Austria dan beberapa kementerian pertanian di negara-negara anggota Uni Eropa juga berupaya untuk melemahkan peraturan ini.

Pimpinan Organisasi Perdagangan Dunia WTO dilaporkan telah meminta Brussels mempertimbangkan kembali larangan impor dari wilayah yang mengalami penggundulan hutan, dan mengatakan bahwa Uni Eropa belum mengeluarkan pedoman kepatuhan yang jelas.

Kelompok pelobi yang mewakili bisnis yang akan terkena dampak, seperti produsen pakan ternak dan ban, juga menyuarakan kekhawatiran tentang persyaratan keterlacakan yang ketat dari peraturan tersebut.

Setiap detik begitu berharga untuk lindungi Bumi

Menurut laporan World Wildlife Fund (WWF) tahun 2021, Eropa menduduki peringkat kedua dalam jumlah deforestasi yang disebabkan oleh impor pada tahun 2017. Organisasi lingkungan mengatakan EUDR akan membantu menguranginya.

Di Brasil, tempat kebakaran hutan melanda selama kekeringan beberapa tahun terakhir, 25 organisasi lingkungan menyuarakan dukungan mereka terhadap peraturan tersebut dalam surat yang dikirim kepada Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

"Peraturan inovatif ini adalah upaya legislatif paling ambisius untuk mengatasi masalah ini di seluruh dunia," tulis organisasi tersebut dalam surat mereka.

"Setiap detik berharga untuk melindungi kehidupan manusia saat ini, serta masa depan umat manusia, menghindari perubahan iklim, dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati."

Perusahaan besar setuju EUDR

Perusahaan multinasional seperti Nestle, Mars Wrigley, dan Ferrero sebelumnya mendukung pelaksanaan EUDR pada akhir Desember tahun ini. Sebuah dokumen yang dilihat oleh kantor berita Reuters menunjukkan Nestle, produsen M&M Mars Wrigley, dan perusahaan cokelat Ferrero mendukung peraturan itu. Namun mereka juga mendesak UE agar berbuat lebih banyak untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi tenggat waktu.

Surat itu juga ditandatangani oleh Tony's Chocolonely, Kantor Advokasi Perdagangan yang Adil, dan jaringan Voice dari kelompok nirlaba yang bekerja pada keberlanjutan di sektor kakao. Perusahaan-perusahaan yang menandatangani dokumen tersebut tidak menanggapi permintaan untuk komentar.

ae/hp (AP, Reuters)

Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas