Eks Sekjen NATO: Ukraina Mesti Serahkan Sebagian Wilayahnya ke Rusia
Harapan Ukraina untuk membebaskan wilayah di timur yaitu Donbass dan selatan dari Rusia semakin sulit terlaksana.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Harapan Ukraina untuk membebaskan wilayah di timur yaitu Donbass dan selatan dari Rusia semakin sulit terlaksana.
Pasukan Ukraina kini telah menguasai sebagian besar wilayah itu dan kini terus melakukan penyerangan ke barat.
Untuk berdamai dengan Rusia dan mengembalikan wilayah itu dianggap sebagai hal yang mustahil.
Baca juga: Benarkah Rusia Menggunakan Bom Vakum, Bapak dari Segala Bom, di Ukraina? Ini yang Perlu Diketahui
Hal ini juga diungkapkan oleh mantan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg.
Dalam wawancaranya dengan Financial Times, Stoltenberg mengatakan, Ukraina harus mempertimbangkan lagi untuk menuntut pemulihan wilayah perbatasan 1991 untuk kesepakatan perdamaian.
Perbatasan 1991 meliputi Ukraina yang masih menguasai kawasan Donbass dan Krimea. Akan tetapi sekarang Krimea telah dianeksasi, sedangkan wilayah timur dan selatan Ukraina juga terus dicaplok militer Moskow.
Stoltenberg yang mengakhiri jabatannya memimpin NATO selama 10 tahun pada 1 Oktober itu mengatakan, cara untuk mencoba mendapatkan gerakan di medan perang yang dikombinasikan dengan gerakan di sekitar meja perundingan.
"Barat harus "membuat kondisi" yang memungkinkan Ukraina untuk "duduk bersama Rusia dan mendapatkan sesuatu yang dapat diterima. Sesuatu yang membuat mereka bertahan hidup sebagai negara merdeka," kata Stoltenberg.
Saat ditanya apa yang akan diusulkan untuk mendamaikan peperangan Ukraina-Rusia, Stoltenberg memberikan contoh perang Uni Soviet-Finlandia pada 1939 lalu di mana Finlandia akhirnya harus menyerahkan sebagian besar wilayah Karelia dan Viipuri (Vyborg).
“Perang berakhir dengan mereka menyerahkan 10 persen wilayah. Namun, mereka mendapatkan perbatasan yang aman,” jelasnya.
Sementara Rusia ngotot tak akan melepas Krimea dengan empat wilayah di Donbass seperti yang disyaratkan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky jika ingin berdamai.
Harapan Kiev untuk menerapkan ketentuannya tampak semakin jauh setelah serangan balik tahun 2023 yang gagal dan kemenangan baru Rusia di Donbass, tempat pasukan Moskow telah membuat kemajuan yang stabil sepanjang tahun 2024.
Sementara invasi Ukraina ke wilayah Kursk untuk meningkatkan bargaining dengan Rusia pun dianggap gagal.
Bahkan Rusia yang tadinya masih membuka pintu negosiasi kini menyatakan tidak akan berdialog lagi dan memilih peperangan sebagai jalan menentukan kemenangan.