Perang Gaza Bisa Jadi Perang Dunia Mini, Palestina Kurang Beruntung, Pemimpin Timteng 'Tersandera'
Perang di Jalur Gaza antara Israel dan Hamas diyakini bisa dengan mudah menjadi perang dunia versi kecil.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM – Perang di Jalur Gaza antara Israel dan Hamas diyakini bisa dengan mudah menjadi perang dunia versi kecil.
Pakar politik Hossein Askari dari Universitas George Washington di Amerika Serikat (AS) berujar bahwa perang saat ini sudah berdurasi lebih panjang daripada biasanya.
Perang Gaza yang meletus tanggal 7 Oktober 2023 itu kini sudah genap berlangsung setahun.
“Perang-perang sebelumnya [di Timur Tengah] lebih pendek durasinya, kerusakan fisiknya lebih sedikit dan jumlah kematian lebih sedikit daripada perang saat ini,” kata Askari dikutip dari Sputnik News.
“Dalam perang saat ini, Gaza sudah sepenuhnya hancur,” katanya menambahkan.
Askari mengklaim perang saat ini jauh berbeda dengan perang regional antarnegara pada tahun 1956, 1967, 1973, atau 1982.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan jumlah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel mencapai hampir 42.000 orang.
Namun, Askari mengatakan jumlah korban tewas bisa mencapai 100.000 orang karena masih ada banyak yang terperangkap di bawah puing-puing dan menderita akibat kelaparan dan kurangnya layanan kesehatan.
Sementara itu, di pihak Israel sudah ada lebih dari 1.200 korban tewas dan ratusan personel militer yang kehilangan nyawa di Gaza.
Korban jiwa juga muncul di Lebanon karena konflik Gaza juga menyeret kelompok Hizbullah.
Hizbullah menyerang Israel sebagai bentuk dukungan kepada Gaza. Di sisi lain, beberapa waktu belakangan Israel melancarkan operasi militer darat ke Lebanon selatan.
Baca juga: Setahun Genosida di Gaza, Lewis Hamilton, Cantona, Kyrie Irving, Salah, Benzema, Bersama Bela Gaza
“Perang ini dimungkinkan dan didanai oleh Amerika Serikat. AS mendukung Israel dan menyediakan mesin perang,” ucap Askari.
Pihak Palestina kurang beruntung karena ada banyak pemimpin regional di Timur Tengah yang bergantung pada AS atau seakan tersandera.
“Terlalu bergantung pada AS demi eksistensinya dan tidak punya hasrat untuk melawan pemerintahan brutal dan kekejaman Israel.”
Kata Askari, mereka baru terpaksa ikut campur dalam konflik Israel-Palestina jika ada pergolakan di dalam negeri.
Pakar politik itu mengatakan perang Gaza bisa dengan mudah meluas hingga menjadi perang yang lebih mendunia jika Israel menyerang infrastruktur Iran, terutama fasilitas perminyakannya.
Iran pada hari Selasa, (1/10/2024), menyerang Israel dengan menembakkan sekitar 200 rudal balistik.
Serangan itu adalah balasan Iran atas serangan Israel yang menewaskan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh dan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah beberapa waktu lalu.
Iran mengancam akan melakukan serangan lebih besar jika Israel nekat membalasnya.
Menurut Askari, jika Israel membalas, Iran bisa membalas lagi dengan cara menargetkan fasilitas perminyakan di negara-negara di kawasan Teluk Persia yang ditempati oleh militer AS.
“Hal itu bisa menyebabkan kekacauan, suatu perang total di kawasan itu, jika bukan perang dunia mini,” katanya.
Berdasarkan perkiraan Askari, perang Gaza akan berlanjut sepanjang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus merasa bahwa dia bisa melakukan apa pun yang diinginkannya dan mendapat bantuan AS.
Baca juga: 1 Tahun Perang Gaza, Israel Lancarkan Serangan Besar di Lebanon, 100 Pesawat Targetkan 120 Lokasi
Askari berujar bahwa AS berbicara tentang perdamaian, tetapi dalam waktu yang sama juga mengirimkan bantuan senjata, uang, dan politik ke Israel.
“Untuk melanjutkan pembantaian dan perampasan tanah,” kata dia.
Dia meyakini Pilpres AS pada bulan November mendatang juga tidak akan membuat situasi di Timur Tengah membaik, bahkan bisa memburuk.
Israel ingin hancurkan Gaza
Sementara itu, pakar keamanan Furkan Halit Yolcu dari Universitas Sakarya mengatakan Israel ingin menghancurkan Gaza.
“Tujuannya sudah jelas: Israel sudah memutuskan untuk menghancurkan Gaza, menghancurkan Palestina. Jadi, langkah selanjutnya adalah menyerang Yordania, menyerang Suriah, dan menyerang Lebanon.
Yolcu mengatakan para musuh Israel merasa Israel tak akan merasa puas jika hanya menyerang Gaza dan Tepi Barat.
Oleh karena itu, para musuh Israel memutuskan untuk menghentikan tindakan Israel sebelum tidak bisa dikendalikan.
Mereka bersatu untuk melawan Israel dan memaksa Israel menerima solusi dua negara. Akan tetapi, Yolcu berujar solusi itu tampaknya tak bakal diambil jika koalisi sayap kanan Netanyahu tetapi berkuasa di negara Zionis.
(Tribunnews/Febri)