Wakil Sekjen PBB: Keselamatan Pasukan UNIFIL di Lebanon Semakin Terancam
Wakil Sekretaris Jenderal untuk Operasi Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix mengatakan posisi pasukan UNIFIL saat ini terancam.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Sekretaris Jenderal untuk Operasi Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix mengatakan bahwa posisi pasukan UNIFIL di Lebanon semakin terancam di tengah meningkatnya ketegangan antara Hizbullah dan Israel.
Eskalasi tersebut telah menyebabkan sekitar 1,2 juta orang mengungsi di Lebanon dan menyebabkan kegiatan operasional UNIFIL hampir terhenti sejak 23 September.
"Pasukan UNIFIL semakin dalam bahaya dan terkurung di pangkalan mereka, dan bahwa seorang kontraktor UNIFIL telah tewas," jelas Lacroix di hadapan Dewan Keamanan PBB, dikutip dari The Business Standart.
Atas ketegangan yang meningkat di Lebanon, Lacroix mengatakan UNIFIL telah memutuskan untuk merelokasi 300 pasukan penjaga perdamaian ke pangkalan yang lebih besar untuk sementara waktu demi keselamatan mereka.
Ia juga meminta kepada Lebanon dan Israel untuk mematuhi Resolusi Dewan Keamanan 1701.
"UNIFIL diberi mandat untuk mendukung implementasi resolusi 1701, tetapi kita harus menegaskan bahwa para pihak sendirilah yang harus mengimplementasikan ketentuan resolusi ini," katanya.
Serangan Israel Targetkan Markas Besar UNIFIL
Israel telah melancarkan serangan dengan menembaki tiga posisi posisi PBB di Lebanon Selatan selama 24 jam terakhir pada hari Kamis (10/10/2024).
Salah satunya yang menjadi target adalah markas UNIFIL di Lebanon Selatan.
Tank Israel menembaki menara pengawas di markas UNIFIL.
“Markas besar UNIFIL di Naqoura dan posisi-posisi di dekatnya telah berulang kali diserang ,” kata misi PBB dalam sebuah pernyataan.
Menurut UNIFIL, Israel secara sengaja melancarkan tembakan ke arah markas mereka.
Baca juga: Reaksi Indonesia, AS, Italia, Prancis, Spanyol atas Serangan Israel Terhadap UNIFIL, 2 TNI Terluka
Tembakan ini menyebabkan para pasukan terjatuh dan 2 penjaga perdamaian Indonesia terluka, dikutip dari Al Jazeera.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh menteri luar negeri Indonesia, Retno Marsudi.
"Dalam serangan di menara Nakura, dua personel terluka dan mereka berasal dari Indonesia," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al-Arabiya.
Retno dengan tegas mengutuk keras serangan tersebut.
“Indonesia mengutuk keras serangan tersebut,” katanya.
Ia juga mengatakan Israel telah melanggar hukum Internasional.
“Menyerang personel dan properti PBB merupakan pelanggaran berat terhadap Hukum Humaniter Internasional," tambahnya.
Tidak hanya menargetkan markas besar UNIFIL, tentara Israel juga menembaki dua posisi lain di dekatnya.
Serangan ini mengenai pintu masuk bunker tempat pasukan penjaga perdamaian berlindung di Ras Naqoura, di sepanjang pantai, dan merusak peralatan di stasiun relai yang lebih dekat ke perbatasan, dikutip dari The Washington Post.
UNIFIL mengatakan bahwa serangan Israel yang menargetkan penjaga perdamaian ini adalah pelanggaran hukum Internasional.
Sebagai informasi, pasukan penjaga perdamaian PBB telah dikerahkan untuk berpatroli di perbatasan Lebanon dengan Israel sejak tahun 1978.
Saat itu, pertama kalinya Israel bentrok dengan faksi-faksi Palestina di selatan Lebanon.
Saat itu, mandat untuk operasi tersebut dikenal dengan sebutan Pasukan Sementara PBB di Lebanon atau UNIFIL, dikutip dari Asharq Al-Aawsat.
Mandat misi tersebut harus disesuaikan karena invasi Israel ke Lebanon pada tahun 1982 dan setelah penarikan Israel dari Lebanon pada tahun 2000.
Setelah perang tahun 2006, mandat tersebut diperluas dengan Resolusi 1701.
Sementara itu, Israel mulai mengintensifkan serangan udara di Lebanon sejak 23 September 2024.
Kemudian serangan darat mulai diluncurkan oleh Israel pada 20 September 2024 dengan menargetkan infrastruktur Hizbullah.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait UNIFIL