Di Gaza Utara, Israel Mulai Jalankan 'Rencana Jenderal' yang Kontroversial, Pakar: Tak Masuk Akal
Rencana Jenderal meliputi pembersihan etnis Palestina di Gaza utara, pengepungan wilayah itu, dan penghentian masuknya bantuan kemanusiaan.
Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM – Israel dilaporkan mulai menjalankan “Rencana Jenderal” atau Rencana Eiland di Jalur Gaza utara.
Rencana Jenderal meliputi pembersihan etnis Palestina di Gaza utara, pengepungan wilayah itu, dan penghentian masuknya bantuan kemanusiaan untuk membuat warga di sana kelaparan.
Middle East Eye menyebut rencana itu diusulkan pada bulan September lalu oleh Forum Komandan dan Tentara Cadangan, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berisi lebih dari 1.500 perwira angkatan darat.
Kepada media Israel bernama Haaretz, tiga tentara cadangan Israel pada pekan ini berujar bahwa Rencana Jenderal sedang dijalankan.
“Tujuannya ialah memberikan tenggat waktu bagi warga yang tinggal di utara area Netzarim untuk berpindah ke selatan. Setelah tenggat itu, siapa pun yang berada di utara akan dianggap sebagai musuh dan akan dibunuh,” ujar seorang tentara Israel yang ditempatkan di Koridor Netzarim.
“Hal itu tidak mematuhi standar hukum internasional apa pun. Orang-orang duduk dan menulis perintah sistematis dengan peta dan konsep operasional, pada akhirnya yang kalian tembak adalah siapa pun yang enggan pergi.”
Selama sepuluh hari terakhir, pasukan Israel telah meminta ratusan ribu warga Palestina untuk meninggalkan Gaza utara sebelum meluncurkan serang baru.
Media Israel dan para pakar menyebut militer Israel sedang menerapkan rencana kontroversial itu.
“Gagasan seperti sengaja melepaskan tembakan dekat dengan penduduk dan bahkan mengarah kepada tindakan membuat penduduk kelaparan sedang diperdebatkan,” kata jurnalis Haaretz bernama Amos Harel.
Sementara itu, seorang tentara berujar, “Para komandan secara terbuka berkata bahwa Rencana Eiland sedang didorong oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).”
Disebut tak masuk akal
Dua pakar Israel mengatakan Rencana Jenderal sepenuhnya tidak masuk akal dan relevan.
Baca juga: Israel Siapkan Rencana Jenderal yang Akan Kosongkan Gaza Utara, Ini 3 Hal yang Perlu Diketahui
Assaf David, pendiri Forum Pemikiran Regional, berujar bahwa Israel menerapkan rencana itu demi menekan Hamas yang dianggap masih sama seperti tahun lalu.
“Itu sebuah ilusi. Hamas bukan organisasi yang sama dan tidak berada dalam posisi yang sama. Hamas kehilangan banyak kemampuan militer, keteguhannya, kekuatannya di Gaza,” ujar David.
Menurut David, Rencana Jenderal tidak akan membuat para sandera bisa pulang.
“Saya pikir pemerintah membiarkan sandera dan mereka tidak peduli apakah mereka meninggal.”
Dia meyakini strategi Israel saat ini di Gaza merupakan bagian dari rencana besar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tetap berkuasa.
“Tak ada kaitannya dengan pertimbangan keamanan,” katanya.
David mengklaim Netanyahu ingin perang terus terjadi agar dia tidak diseret ke pengadilan karena sejumlah kasus yang membelitnya dan tanggung jawabnya atas serangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023.
Sementara itu, Yavgil Lev, pakar di Universitas Terbuka di Israel, mengatakan Rencana Jenderal cacat secara moral.
Rencana itu menandakan adanya kekurangan dalam pemahaman mengenai bagaimana politik internasional dilakukan.
“Gagasan bahwa Gaza dapat diubah menjadi kamp konsentrasi sehingga setiap orang dalam setiap waktu dipindahkan menurut keinginan pihak Israel, dan semua ini akan bekerja, dan bahwa ketika kita menginginkan semua ini berhenti dan kemudian Gaza kembali normal. Ini sepenuhnya tidak masuk akal,” kata Levy.
Levy menyebut peristiwa 7 Oktober seharusnya membuat Israel sadar bahwa tetap mengepung penduduk berjumlah jutaan adalah hal yang tidak mungkin.
(Tribunnews/Febri)