Kemlu RI Kutuk Serangan Israel di Gaza, Termasuk Pembakaran Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia
Indonesia mengutuk keras serangan Israel di Jalur Gaza bagian utara, termasuk pembakaran Rumah Sakit Indonesia.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Israel membakar Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara pada Senin (21/10/2024).
Mengutip The National, rumah sakit itu adalah satu dari tiga rumah sakit yang masih berfungsi sebagian dari total 10 rumah sakit di daerah tersebut.
Para saksi melaporkan bahwa tentara Israel juga telah membakar gedung-gedung tempat ribuan orang berlindung.
Menanggapi hal ini, Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, mengutuk keras serangan Israel tersebut.
Melalui postingan di X pada Selasa (22/10/2024), Kemlu RI menyatakan:
"Indonesia mengutuk keras blokade total dan serangan Israel yang menimbulkan kelaparan parah dan kematian banyak warga sipil Palestina di Gaza Utara."
"Serangan yang menargetkan fasilitas kesehatan dan tenaga medis di Gaza Utara ini, termasuk Rumah Sakit Indonesia, jelas-jelas merupakan pelanggaran berat atas hukum internasional, hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia."
"Indonesia memperingatkan bahwa rumah sakit, tenaga medis, dan seluruh korban yang sedang dirawat harus dilindungi dalam keadaan apapun, tanpa pengecualian."
"Indonesia menuntut Israel segera menghentikan serangannya di seluruh wilayah Gaza, terutama Gaza Utara serta mendesak DK PBB untuk bertindak tegas dan segera menghentikan perang."
Rumah Sakit Indonesia, yang terletak di Beit Lahia, sebelah utara Jabalia, menjadi sasaran langsung Israel, kata Kementerian Kesehatan di Gaza.
Kementerian itu menambahkan bahwa generatornya dibom sehingga aliran listrik terputus.
Baca juga: Pasukan Israel Bakar Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Pasien Terjebak Tanpa Oksigen
Akibatnya, pasien yang membutuhkan perangkat oksigen meninggal dunia.
Rumah sakit serta warga di sekitarnya juga dikepung oleh Israel.
Dengan pembatasan ketat terhadap pergerakan mereka, staf rumah sakit terpaksa menguburkan jenazah di dalam kompleks medis yang masih dalam pengepungan.
"Bahkan pilihan untuk memprioritaskan yang terluka tidak lagi tersedia, karena banyak dari yang terluka dibiarkan mati kehabisan darah kemarin karena banyaknya korban," kata Kementerian tersebut.
Keterangan Warga
Seorang warga bernama Yousri Qarmout (37) mengatakan kepada The National bahwa pasukan Israel membakar gedung-gedung di Beit Lahia tempat orang-orang berlindung.
"Pendudukan tidak berhenti menggunakan taktik pembakaran dan pembongkaran selama operasi ini," ujarnya.
"Setiap hari, kami melihat gumpalan asap mengepul di mana-mana."
“Kemarin, tentara Israel membakar banyak gedung di sekitar Rumah Sakit Indonesia, daerah yang terkenal dengan banyak tempat berlindung."
"Kebakaran belum berhenti, dan asap mencapai sebagian besar wilayah Gaza Utara, sementara suara ledakan terus berlanjut tanpa henti.”
Iman Wadi (31), seorang pengungsi Palestina, harus melarikan diri dari salah satu tempat penampungan di sekitar Rumah Sakit Indonesia.
Ia tiba di kota Gaza bersama ibu, anak, dan tiga saudara perempuannya pada Sabtu (19/10/2024) malam setelah pasukan Israel menyerbu tempat penampungan mereka.
"Para tentara tiba pada Sabtu dini hari," kata Wadi kepada The National.
"Dua jam kemudian, mereka memerintahkan semua pemuda dan anak laki-laki berusia di atas 10 tahun untuk turun dari kamar ke halaman."
"Tentara Israel membawa mereka ke lokasi yang tidak diketahui dengan todongan senjata, memukuli, dan menyiksa mereka."
Baca juga: Viral Video Mengharukan Bocah Perempuan Gaza Bertelanjang Kaki Kelelahan Gendong Balita Sakit
Ayah, saudara laki-laki, dan suami Wadi termasuk di antara mereka yang ditahan.
"Mereka membakar tempat penampungan di dekat Rumah Sakit Indonesia dan memperingatkan kami untuk tidak melihat ke kanan atau ke kiri, atau nyawa kami akan terancam," katanya.
Saat ini, ratusan ribu orang di Gaza Utara masih terkepung.
Setidaknya 200.000 orang telah terperangkap di kamp pengungsi Jabalia di Gaza Utara selama 17 hari, di mana tidak ada bantuan yang diizinkan masuk.
Pergerakan mereka sangat dibatasi, dan kondisinya memburuk setiap hari.
Hanya tiga dari 10 rumah sakit di Gaza Utara yang berfungsi, itupun hanya sebagian.
Rami Youssef (26) dan keluarganya di wilayah barat Jabalia termasuk di antara mereka yang dikepung oleh tank-tank Israel.
Mereka tidak memiliki akses ke makanan atau air, sementara pengeboman terus terjadi.
"Sama sekali tidak ada cara untuk melarikan diri; siapa pun yang mencoba memasuki atau meninggalkan kamp melalui rute selain yang ditentukan oleh tentara akan langsung terbunuh di tempat," katanya kepada The National.
Sementara itu, PBB mengatakan telah meminta akses ke wilayah utara Jalur Gaza sejak Jumat (18/10/2024) dari otoritas Israel, tetapi belum mendapatkannya.
"Beberapa tetangga kami pergi dalam beberapa hari terakhir, tetapi kami kehilangan kontak dengan mereka," kata Youssef.
"Mereka tidak berhasil mencapai kota Gaza atau kembali ke rumah."
"Kemungkinan tentara Israel membunuh mereka di sepanjang jalan. Tidak seorang pun tahu nasib mereka."
Philippe Lazzarini: Tidak Ada Makanan, Air dan Obat-obatan, Orang-Orang di Gaza Utara Menunggu untuk Mati
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyuarakan keprihatiannya atas situasi di Jalur Gaza, khususnya di bagian utara, yang dikepung oleh Israel tanpa pengiriman bantuan kemanusiaan.
Baca juga: UNRWA Bantah Klaim Israel soal Kematian Anggota Staf di Gaza Bersama Bos Hamas Yahya Sinwar
Melalui akun X-nya pada Selasa (22/10/2024), Lazzarini menulis:
"Hampir tiga minggu pemboman tanpa henti dari Pasukan Israel sementara jumlah korban tewas terus bertambah."
"Staf kami melaporkan bahwa mereka tidak dapat menemukan makanan, air, atau perawatan medis."
"Bau kematian tercium di mana-mana karena mayat-mayat tergeletak di jalan atau di bawah reruntuhan."
"Misi untuk membersihkan mayat-mayat atau memberikan bantuan kemanusiaan ditolak."
"Di Gaza utara, orang-orang hanya menunggu kematian."
"Mereka merasa terlantar, putus asa, dan sendirian. Mereka hidup dari satu jam ke jam berikutnya, takut mati setiap detik."
"Sepanjang perang selama setahun terakhir, beberapa staf UNRWA tetap tinggal di utara dan melakukan hal yang mustahil untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang mengungsi di dalam negeri."
"Kami tetap membuka beberapa tempat penampungan kami meskipun terjadi pemboman besar-besaran dan serangan terhadap gedung-gedung kami."
"Atas nama staf kami di Gaza utara, saya menyerukan gencatan senjata segera, bahkan jika hanya beberapa jam, untuk memungkinkan perjalanan kemanusiaan yang aman bagi keluarga yang ingin meninggalkan daerah tersebut dan mencapai tempat yang lebih aman."
"Ini adalah hal yang paling minimum untuk menyelamatkan nyawa warga sipil yang tidak ada hubungannya dengan konflik ini."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)