Krisis Pasukan, Ukraina Tambah 160.000 Personel Hingga Tiga Bulan ke Depan
Perekrutan tersebut sangat mendesak untuk memerangi pasukan Rusia yang terus merebut wilayah negara itu.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Ukraina berencana merekrut sebanyak 160.000 prajurit baru dalam tiga bulan ke depan.
Perekrutan tersebut sangat mendesak untuk memerangi pasukan Rusia yang terus merebut wilayah negara itu.
Anggota parlemen Ukraina Alexey Goncharenko di depan anggota DPR Ukraina mengatakan bahwa saat ini negerinya sedang krisis personel militer.
Baca juga: NATO: 10.000 Tentara Korut Tiba di Kursk, Bakal Bantu Rusia Lancarkan Serangan ke Ukraina
Meski semenjak perang terjadi Kiev telah merekrut sebanyak sejuta lebih pasukan, jumlahnya terus menyusut karena berguguran.
"Kami bermaksud untuk merekrut 160.000 orang lagi, yang akan memungkinkan kami untuk mengisi unit militer dengan personel hingga 85 persen," kata Goncharenko mengutip Alexander Litvinenko, sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Selasa (29/10/2024).
Dikutip dari Russia Today, angkatan Bersenjata Ukraina memiliki sekitar 250.000 personel tugas aktif pada awal tahun 2022.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-979: Bangunan Bersejarah di Kharkiv Hancur Kena Bom
Jumlah tersebut naik setelah Presiden Volodymyr Zelensky mengerahkan pasukan cadangan hingga sejuta lebih.
Namun, karena banyak mengalami kekalahan di garis depan, jumlah pasukan Kiev dikabarkan terus menurun.
Media asal Spanyol, El Pais mengabarkan jumlah pasukan Ukraina semakin kritis.
Mereka pun dipaksa untuk secara bertahap menyerahkan wilayah mereka kepada serangan Rusia dengan meinggalkan pos pertahanan.
Mengutip pernyataan pejabat Kementerian Pertahanan UKraina dan komandan di medan perang, El Pais
Kurangnya tenaga manusia kini menjadi masalah utama bagi tentara Ukraina karena mereka dipaksa untuk secara bertahap menyerahkan wilayah mereka kepada serangan Rusia, El Pais melaporkan pada hari Senin, mengutip pejabat Kementerian Pertahanan dan komandan medan perang.
Menurut mereka, jika ada serangan Rusia di suatu wilayah, maka tandanya pasukan Ukraina harus meninggalkan wilayah tersebut.
Karena dalam waktu dekat bakalan terjadi pengepungan, mereka tak ingin mati sia-sia.
Pejabat Ukraina yang tidak mau disebut namanya oleh El Pais mengatakan bahwa permasalahan Ukraina bukanlah senjatanya, namun personelnya.
"Senjata bantuan Barat sangat banyak, tetapi orang-orangnya tak mau berperang melawan Rusia," ujar sumber tersebut.
"Tidak seorang pun ingin pergi ke tentara. Brigade memberi tahu kami bahwa mereka tidak dapat bergiliran, mereka kelelahan. Tidak akan ada orang untuk bertempur segera," tambahnya.
Sementara prajurit-prajurit yang berada di garis depan, jelas El Pais, mengaku telah mengalami demoralisasi.
Mereka mengeluhkan tidak terjadinya rotasi pasukan sehingga mengalami kelelahan akut.
Para pejabat Ukraina telah lama membunyikan peringatan tentang menipisnya jajaran militernya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, awal tahun ini Kiev menurunkan usia wajib militer dari 27 menjadi 25 tahun, dan secara signifikan memperketat aturan mobilisasi.