Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Benarkah Ukraina Akan 'Tamat' Jika Donald Trump Memenangkan Pilpres AS?

Konglomerat AS tersebut terus memimpin perolehan suara. Donald Trump diketahui sangat anti terhadap pemberian bantuan terhadap Ukraina.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Benarkah Ukraina Akan 'Tamat' Jika Donald Trump Memenangkan Pilpres AS?
Kantor Presiden Ukraina
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky 

TRIBUNNEWS.COM -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sedang 'dag dig dug' melihat perkembangan politik di Amerika Serikat.

Bagaimana tidak, negara itu sangat tergantung pada bantuan AS dalam memerangi Rusia kemungkinan besar akan dipimpin oleh Donald Trump.

Konglomerat AS tersebut terus memimpin perolehan suara. Donald Trump diketahui sangat anti terhadap pemberian bantuan terhadap Ukraina.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-986: Ukraina Ejek Barat yang Diam saat Korea Utara Bantu Rusia

Ratusan miliar dolar AS telah diberikan oleh Pemerintahan Joe Biden secara cuma-cuma untuk mendukung Ukraina dengan memberikan senjata untuk berperang, namun Ukraina terus tergerus dan wilayahnya semakin berkurang digerogoti Rusia.

Berbeda dengan Kamala Harris yang menyatakan akan meneruskan kebijakan bantuan perang ke Ukraina, Trump justru menegaskan akan mengambil kebijakan berlawanan.

Dalam kampanyenya Trump berkali-kali, mampu menghentikan perang Ukraina-Rusia dalam sehari dan menghentikan bantuan yang dianggap sia-sia. Ia berjanji akan mengakhiri perang dalam 24 jam.

Zelensky tentu tak ingin perjuangannya mempertahankan Ukraina akan tamat. Jika Trump menghentikan perang dengan wilayah yang dikuasai saat ini, tentu Ukraina akan rugi besar, karena empat oblast atau provinsinya akan lepas yaitu Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaphorozhia menyusul Krimea yang telah direbut sejak 2014 lalu.  

Berita Rekomendasi

TheNation.com menyebutkan bahwa peperangan Ukraina-Rusia berkepanjangan karena hadirnya para aktivis 'partai perang' di AS.

'Partai perang' adalah sebutan untuk sekumpulan politisi di AS yang mendukung atau menginginkan perang. Mereka menginginkan peperangan terjadi di negara lain lalu AS memihak kepada salah satu kubu dan menawarkan senjata demi kepentingan politis dan ekonomi bagi AS atau kelompok tertentu.

Sebagai contoh Irak dan Libya kini hancur karena politisi yang menginginkan terjadinya perang, mereka akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan senjata dan aspek lain yang ditinggalkan dari perang.

Baca juga: Bagaimana Nasib Gaza dan Ukraina di Tangan Donald Trump atau Kamala Harris?

Para pemimpin tim kebijakan luar negerinya seperti Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan penasihat keamanan nasional Jake Sullivan merupakan para veteran yang terlibat dalam kegagalan masa lalu. 

Blinken yang beraliran keras adalah pendukung setia Perang Irak, yang tentunya merupakan petualangan paling membawa bencana sejak Vietnam. Sementara Jake Sullivan, ahli strategi favorit Hillary Clinton, berperan penting dalam bencana Libya, yang dengan gembira ia bingkai sebagai contoh "doktrin Clinton" sebelum meninggalkan Libya dalam kekacauan yang hebat. 

Media asal AS itu menyebutkan kaum neokonservatif seperti Max Boot dan Eliot Cohen terus berusaha kini menyerang pemerintah karena kehati-hatiannya dalam mempersenjatai Ukraina.

Mereka tidak hanya ingin Ukraina menang, namun menginginkan Rusia dihancurkan. "Kita perlu melihat banyak orang Rusia melarikan diri, membelot, menembak perwira mereka, ditawan, atau mati. Kekalahan Rusia pastilah kekacauan yang sangat besar dan berdarah," kata Cohen dalam wawancaranya dengan The Atlantic.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas