Tanggapi Mahmoud Abbas, Menlu Israel Gideon Sa'ar Sebut Negara Palestina Tidak Realistis
Menlu Israel manggapi Mahmoud Abbas dengan menyebut pembentukan Negara Palestina tidak realistis.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, menolak pembentukan negara Palestina dan menganggapnya sebagai tujuan yang tidak realistis.
Pernyataan ini muncul setelah Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, menegaskan kembali komitmennya terhadap negara Palestina yang berdaulat.
Mahmoud Abbas mengatakan pembentukan negara Palestina sebagai imbalan atas normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.
Gideon Sa'ar berpendapat bahwa pernyataan Mahmoud Abbas itu tidak realistis.
"Saya kira posisi ini tidak realistis saat ini dan kita harus realistis," kata Gideon Sa'ar pada Senin (11/11/2024).
Upaya normalisasi hubungan Israel dan negara-negara Arab adalah bagian dari Perjanjian Abraham 2020 yang diawasi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Donald Trump.
Prosesnya dapat dilanjutkan setelah Donald Trump memenangkan Pilpres AS 2024 dan kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari tahun depan.
"Negara Palestina akan menjadi negara Hamas," klaim Gideon Sa'ar.
Sebelumnya, Mahmoud Abbas mengatakan keamanan dan stabilitas hanya dapat dicapai dengan menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan di tanah negara Palestina.
Pemimpin Otoritas Palestina itu berbicara menjelang peringatan 20 tahun kematian pemimpin ikonik Palestina, Yasser Arafat.
Mahmoud Abbas juga menegaskan kembali dorongannya untuk perdamaian dan akan terus berupaya untuk mencapainya.
Baca juga: Presiden Palestina Mahmoud Abbas Peringatkan Adanya Nakba Kedua di Gaza: Pemusnahan Massal
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.552 jiwa dan 102.765 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Minggu (10/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel