Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kelaparan di Gaza Mencekam, Para Ibu Terpaksa Mengais Makanan di Tumpukan Sampah Demi Bertahan Hidup

Menurut laporan UNRWA, lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza menghadapi risiko kematian akibat kelaparan dan kehausan imbas blokade pangan

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Kelaparan di Gaza Mencekam, Para Ibu Terpaksa Mengais Makanan di Tumpukan Sampah Demi Bertahan Hidup
Anadolu Agency
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan lebih dari dua juta orang di Gaza tengah dan Gaza selatan berisiko mengalami kematian lantaran tidak menerima pasokan makanan apa pun selama bulan Agustus di tengah situasi kemanusiaan di Gaza yang masih sangat buruk. 

TRIBUNNEWS.COM – Kondisi kelaparan di Gaza dilaporkan makin memburuk di tengah intensifnya serangan militer Israel yang berlangsung di penjuru Palestina.

Menurut laporan Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, lebih dari 2 juta warga Palestina di Gaza kini menghadapi risiko kematian akibat kelaparan dan kehausan.

Tak hanya itu anak-anak di Gaza juga berpotensi mengalami sekarat karena kelaparan buntut kurangnya kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Kepala Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Wilayah Pendudukan Palestina, Ajith Songai, menggambarkan kelaparan di Gaza sebagai situasi yang pahit dan mencekam.

Bahkan akibat sulitnya mendapatkan bahan pangan ada sekelompok besar perempuan yang terpaksa mencari sisa makanan di antara tumpukan sampah.

Pemandangan yang menjadi simbol keputusasaan di tengah salah satu krisis kemanusiaan terburuk dunia.

“Kelompok besar wanita dan anak-anak mencari makanan di antara tumpukan sampah di beberapa bagian Jalur Gaza imbas maraknya kelaparan," kata Ajith Sunghay, kepala kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk Wilayah Palestina, mengutip dari Herald.

Berita Rekomendasi

"Memperoleh kebutuhan pokok telah menjadi perjuangan sehari-hari yang mengerikan untuk bertahan hidup," imbuhnya.

Krisis pangan di Gaza yang semakin mencekik memaksa sebagian besar warga Gaza, Palestina, minum air limbah untuk bertahan hidup.

Hal ini diungkap langsung oleh Hanan Balkhy, direktur regional Mediterania Timur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dalam laporan yang dikutip dari Al Mayadeen, sejumlah warga harus meminum air limbah karena layanan kesehatan terdampak imbas agresi Israel.

Baca juga: Krisis Kelaparan di Gaza Semakin Parah, 3 Orang Tewas akibat Berdesak-desakan Berebut Roti

Krisis pangan diketahui mulai melanda Gaza imbas aksi blokade yang dilakukan militer Israel.

Menurut pernyataan sebelumnya oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), paling banyak 30 truk bantuan kemanusiaan memasuki Gaza per hari, jumlah yang sangat jauh dari memenuhi kebutuhan orang-orang di sana.

PM Israel Benjamin Netanyahu berdalih tindakan dilakukan untuk melumpuhkan kekuatan militan Hamas, namun akibat aksi pemblokiran akses pangan jutaan  warga Palestina saat ini tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan dengan baik.

Semua Toko Roti Tutup

Imbas blokade tersebut kini puluhan pabrik roti di Gaza yang terafiliasi oleh  FAO kehabisan stok bahan pangan hingga tidak dapat menjalankan pembagian program makanan gratis kepada masyarakat sekitar.

Penutupan ini menjadi pukulan berat bagi warga Gaza yang selama ini mengandalkan roti sebagai makanan utama mereka, dilansir dari Anadolu Ajansi.

Membuat jumlah korban tewas di Gaza semakin membludak, tembus lebih dari 44.300 orang, termasuk banyak wanita dan anak-anak.

"Kami sangat khawatir kelaparan akan menjadi ancaman serius bagi warga Gaza. Akses bantuan kemanusiaan yang aman dan terjamin sangat dibutuhkan," kata Program Pangan Dunia (WFP) PBB.

AS Kecam Israel

Merespon blockade bahan pangan yang dilakukan Israel, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin bulan lalu kompak melayangkan kecaman.

Sebagai bentuk protes atas memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin bahkan mengirimkan surat ke para pejabat tinggi Israel

Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan, surat itu sebagai komunikasi diplomatik pribadi, namun mengukuhkan kebenarannya.

Keduanya bahkan menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan Israel dalam 30 hari untuk mengatasi situasi di Gaza, dengan peringatan bahwa kegagalan untuk melakukannya dapat berdampak pada bantuan militer AS ke Israel.

(Tribunnews.com / Namira Yunia)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas