Apa itu 'Pasukan pro-Korea Utara' yang Jadi Penyebab Darurat Militer Korea Selatan?
Apa itu 'pasukan pro-Korea Utara' yang menjadi sasaran darurat militer Korea Selatan? Presiden Yoon Seok-yeol cabut dekrit setelah 6 jam berlaku.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
Yoon Seok-yeol dari Partai Kekuatan Rakyat mulai menjabat sebagai Presiden Korea Selatan pada Mei 2022.
Namun, ia secara efektif jatuh ke dalam kondisi 'lumpuh' setelah partai oposisi, Partai Demokrat, meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pada April lalu.
Sebelumnya, Presiden Yoon Seok-yeol mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) sekitar pukul 22.25 waktu setempat.
Dalam pidatonya Selasa malam, ia mengatakan darurat militer dilakukan untuk membasmi 'pasukan pro-Korut', yang secara tidak langsung merujuk pada oposisi dari Partai Demokrat.
Presiden menyebut mereka hendak memakzulkan sejumlah pejabat pemerintahannya.
"Sejauh ini, Majelis Nasional telah mengusulkan pemakzulan terhadap 22 pejabat pemerintah sejak pelantikan pemerintahan kita, dan masih mengupayakan pemakzulan orang ke-10 sejak pelantikan Majelis Nasional ke-22 pada bulan Juni," ujar Presiden Yoon Seok-yeol dalam konferensi pers yang disiarkan televisi YTN, Selasa malam.
Ia juga menyalahkan Partai Demokrat yang memotong 4,1 won dari anggaran pemerintahannya tahun 2025.
"Partai Demokrat memotong 4,1 triliun won dari anggaran tahun depan, termasuk 1 triliun won untuk cadangan tanggap bencana, 38,4 miliar won untuk tunjangan perawatan anak, lapangan kerja bagi kaum muda, dan proyek pengembangan ladang gas laut dalam," katanya, seperti diberitakan Joongang.
"Bahkan biaya untuk meningkatkan perlakuan terhadap para eksekutif militer, seperti kenaikan gaji dan tunjangan bagi perwira militer tingkat pemula serta peningkatan biaya kerja saat bertugas, ditangguhkan," tambahnya.
Baru-baru ini, Partai Demokrat mengusulkan rancangan undang-undang yang secara drastis akan memotong anggaran pemerintahan Yoon Seok-yeol.
Menurut konstitusi Korea Selatan, RUU APBN merupakan RUU yang tidak bisa diveto oleh presiden, seperti diberitakan BBC.
Para ahli menilai situasi tersebut kemungkinan membuat presiden merasa terkepung oleh oposisi yang mendominasi parlemen.
Segera setelah darurat militer berakhir, sejumlah staf presiden Korea Selatan mengundurkan diri dan oposisi menyerukan pemakzulan Presiden Yoon Seok-yeol.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)