Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ayatollah Ali Khamenei Marah Besar Iran Selalu Disalahkan ketika Timur Tengah Memanas

Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei marah besar ketika negaranya selalu disalahkan saat Timur Tengah memanas.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
zoom-in Ayatollah Ali Khamenei Marah Besar Iran Selalu Disalahkan ketika Timur Tengah Memanas
Anadolu/Middle East Monitor
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei geram karena Iran selalu disalahkan ketika Timur Tengah memanas. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Seyyed Ali Khamenei merasa geram setelah negaranya terus-terusan menjadi sasaran kesalahan ketika terjadi gejolak di Timur Tengah.

Dalam pidatonya, Ali Khamenei menolak klaim Iran telah kehilangan apa yang disebut dengan proksinya di kawasan Asia Barat.

Ali Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak memiliki kekuatan proksi di wilayah tersebut.

"Beberapa pihak terus-menerus mengatakan bahwa Republik Islam telah kehilangan pasukan proksinya di kawasan tersebut," kata Ali Khamenei, dikutip dari IRNA.

"Ini adalah pernyataan yang salah lagi. Republik Islam tidak memiliki pasukan proksi," tegasnya.

Ia menegaskan, baik Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam berperang melawan Israel karena tindakan mereka sendiri.

Iran, lanjut Ali Khamenei, tidak pernah meminta kelompok-kelompok tersebut berperang untuk kepentingan diri sendiri.

Berita Rekomendasi

"Mereka tidak bertindak atas nama kita," tegas Ali Khamenei.

Menegaskan posisi Iran, Pemimpin Tertinggi itu menyoroti kemampuan negaranya untuk bertindak secara independen jika diperlukan.

"Jika suatu hari kami memutuskan untuk mengambil tindakan, kami tidak memerlukan pasukan proksi," ungkapnya.

Khamenei juga berbicara tentang situasi di Suriah, dan menyatakan optimismenya tentang munculnya gerakan yang “kuat dan bermartabat” di negara itu meskipun tantangan yang ada masih ada.

Baca juga: Gembong IDF Pergi ke Negeri Jiran, Israel Takut Yordania Jadi Perpanjangan Tangan Iran

"Saya meramalkan bahwa kelompok yang kuat dan terhormat akan bangkit di Suriah juga."

"Seorang pemuda Suriah tidak akan kehilangan apa pun — universitasnya tidak aman, sekolahnya tidak aman, rumahnya tidak aman, jalannya tidak aman, seluruh hidupnya tidak aman. Apa yang seharusnya dia lakukan?" ucap Khamenei.

Khamenei dalam kesempatan itu juga mengomentari ketidakstabilan yang melanda sebagian wilayah dan mendesak perlawanan yang teguh terhadap mereka yang mengatur dan melaksanakan ketidakamanan tersebut.

"Kita harus berdiri dengan kekuatan dan tekad melawan mereka yang telah merancang dan menerapkan ketidakamanan ini, dan Insya Allah, kita akan mengalahkan mereka," pungkasnya.

AS Sangat Khawatir dengan Senjata Nuklir Iran

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden sangat khawatir dengan Iran yang menurutnya makin melemah.

Meski semakin melemah, AS khawatir dengan pembangunan senjata nuklir yang dilakukan oleh Iran.

Iran telah mengalami kemunduran dalam pengaruh regionalnya setelah serangan Israel terhadap sekutunya, Hamas Palestina dan Hizbullah Lebanon, diikuti oleh jatuhnya Presiden Suriah yang bersekutu dengan Iran, Bashar al-Assad.

Baca juga: Ambisi Netanyahu Terwujud: Hamas, Hizbullah, dan Suriah Takluk, Tahun Depan Giliran Iran

Serangan Israel terhadap fasilitas Iran, termasuk pabrik rudal dan pertahanan udara, telah mengurangi kemampuan militer konvensional Teheran.

"Tidak mengherankan ada suara-suara (di Iran) yang mengatakan, 'Hei, mungkin kita perlu mengembangkan senjata nuklir sekarang juga. Mungkin kita harus meninjau kembali doktrin nuklir kita'," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan kepada CNN.

Iran mengatakan program nuklirnya bersifat damai, tetapi telah memperluas pengayaan uranium sejak Trump, dalam masa jabatan presiden 2017-2021, menarik diri dari kesepakatan antara Teheran dan negara-negara besar dunia yang membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Sullivan mengatakan ada risiko bahwa Iran mungkin mengabaikan janjinya untuk tidak membangun senjata nuklir.

"Ini adalah risiko yang sedang kami waspadai sekarang. Ini adalah risiko yang secara pribadi saya sampaikan kepada tim yang akan datang," ucap Sullivan.

Baca juga: Kilang Minyak Terbesar Suriah Gulung Tikar, Pasokan Minyak dari Iran Mandek

Trump, yang akan mulai menjabat pada 20 Januari, dapat kembali ke kebijakan garis kerasnya terhadap Iran dengan meningkatkan sanksi terhadap industri minyak Iran.

Sullivan mengatakan Trump akan memiliki kesempatan untuk melakukan diplomasi dengan Teheran, mengingat "negara Iran yang melemah".

"Mungkin dia (Trump) bisa datang kali ini, dengan situasi yang dialami Iran, dan benar-benar menyampaikan kesepakatan nuklir yang mengekang ambisi nuklir Iran untuk jangka panjang," katanya.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas