Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Militer Israel Desak Politikus Tel Aviv Setujui Gencatan Senjata: Hamas Masih Mampu Kuasai Gaza

Sumber Keamanan Israel juga mengindikasikan kalau Hamas mampu menguasai Jalur Gaza, kegagalan gencatan senjata akan bikin agresi IDF sia-sia

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Militer Israel Desak Politikus Tel Aviv Setujui Gencatan Senjata: Hamas Masih Mampu Kuasai Gaza
HandOut/IST
Lambang gerakan Hamas dan bendera Palestina. Israel dinilai sebagai pihak yang menghalangi kesepakatan gencatan senjata dengan bersikeras tidak mau menarik mundur pasukannya dari Jalur Gaza. 

Pejabat Kaemanan Desak Politikus Israel Setujui Gencatan Senjata: Hamas Masih Mampu Kuasai Gaza

TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, mengutip sumber dan pejabat keamanan Israel, melaporkan kalau Israel belum memiliki rincian mengenai rencana 'The Day After War' di Jalur Gaza.

Hal ini dikhawatikan akan mengembalikan Israel ke situasi sebelum terjadinya Operasi Banjir Al-Aqsa oleh gerakan pembebasan Palestina, Hamas, pada 7 Oktober 2023 silam.

Sumber Keamanan Israel juga mengindikasikan kalau Hamas mampu menguasai Jalur Gaza.

Baca juga: Mayor Jenderal Tentara Israel: IDF Rugi Besar di Jabalia, Serbuan Berulang Tanpa Target Jelas

Surat kabar tersebut mengindikasikan kalau para narasumber tersebut menegaskan dukungan mereka agar Israel segera mencapai kesepakatan gencatan senjata sebagian atau seluruhnya dengan Hamas.

Ini menjadi desakan internal dari kalangan militer Israel terhadap tataran politik Israel di Tel Aviv untuk mengambil keputusan kesepakatan gencatan senjata.

Potensi gagalnya perundingan gencatan senjata, kata narasumber itu, justru akan membuat agresi militer Israel (IDF) selama lebih dari 14 bulan ke Gaza itu, akan sia-sia, terutama karena Hamas masih aktif dan berpengaruh.

Berita Rekomendasi

"Mereka memperingatkan, kegagalan dalam mengambil keputusan mengenai (gencatan senjata di Gaza) “akan merusak pencapaian perang dan tidak akan menjatuhkan Hamas”," kata laporan itu dilansir Khaberni, Selasa (30/12/2024).

Surat kabar tersebut mengindikasikan, para narasumber yang mereka wawancara menegaskan, perundingan gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan dan sandera dengan Hmas terus berlanjut dan masih ada beberapa kesenjangan.

"Semua pihak berusaha mencapai kesepahaman sebelum Presiden terpilih Donald Trump mulai menjabat dalam beberapa minggu mendatang," kata narasumber itu dalam laporan Yedioth Ahronoth.

Perundingan Masih Berlangsung

Para narasumber tersebut mengkonfirmasi bahwa tim perunding sangat optimistis mengenai terjadi kesepakatan tersebut.

"Mereka mengatakan ada kemajuan (dalam negosiasi). Namun, mereka mengindikasikan kalau berdasarkan penilaian mereka, kalau Hamas siap bersepakat, hanya tetap mesti berdasarkan syarat-syarat yang mereka ajukan.

Adapun Hamas sebelumnya mengumumkan kalau kesepatakan gencata dengan Israel mandek, karena IDF tidak mau menarik sepenuhnya pasukan dari sejumlah wilayah di Gaza.

Baca juga: Hamas: Israel Minta Syarat Baru, Negosiasi Pertukaran Sandera demi Gencatan Senjata Mandek

Sementara itu, Radio Angkatan Darat Israel mengutip narasumber mengatakan, “Tidak dapat dikatakan bahwa perundingan kesepakatan pertukaran dibekukan, namun sejauh ini tidak ada perkembangan baru,”.

Laporan itu menjelaskan kalau “tentara Israel sedang mencoba memberikan tekanan militer pada Hamas untuk menyimpulkan kesepakatan meskipun terjadi kegagalan kebijakan ini selama beberapa bulan terakhir.”

Tekanan militer Israel terhadap Hamas itu, seperti biasa, dilakukan dengan bombardemen buta dan brutal terhadap fasilitas dan warga sipil, seperti yang baru-baru ini terjadi di Rumah Sakit Kamal Adwan, Gaza Utara.

Fleksibilitas Hamas

Di sisi lain, pemimpin Hamas Osama Hamdan mengatakan kalau gerakan tersebut melakukan perundingan dengan sangat fleksibel dengan syarat agresi dihentikan, penarikan pasukan IDF secara menyeluruh, dibolehkannya masuk bantuan ke Gaza, dan rekonstruksi dilakukan tanpa syarat.

Hamdan menegaskan dalam sebuah wawancara dengan saluran satelit Al-Aqsa kalau “musuh berbalik melawan apa yang disepakati di setiap stasiun perundingan,”.

"Israel menekankan dua hal dalam perundingan, yaitu tidak “sepenuhnya menarik diri dari perjanjian" dan "tidak mau menghentikan agresinya di Jalur Gaza,” kata dia,

Mengenai pengumuman tentara IDF bahwa mereka mampu melenyapkan dan melemahkan kemampuan perlawanan, pemimpin Hamas tersebut membantah lewat bukti.

“Klaim Israel yang katanya bisa menghancurkan perlawanan telah terbukti gagal, dan perlawanan masih melukiskan gambaran kepahlawanan yang paling indah”.

Hamdan menekankan kalau “adegan yang disiarkan oleh perlawanan mewakili sebagian kecil dari kepahlawanan yang dikendalikan oleh rakyat Palestina” merujuk pada rutinnya gerakan tersebut mendokumentasikan aksi perlawanan mereka di media sosial.

Netanyahu Biang Kerok

Lebih dari sekali, perundingan mengenai kesepakatan pertukaran tahanan – yang dilakukan dengan mediasi Qatar-Mesir-Amerika Serikat – tersendat akibat desakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Netanyahu secara berulang terbukti menghalangi kesepakatan gencatan senjata. Sejumlah pihak menilai, Netanyahu menjadi biang kerok gagal terusnya kesepakatan senjata.

Netanyahu ngotot “melanjutkan kendali atas poros perbatasan Philadelphia antara Gaza dan Mesir dan penyeberangan Rafah di Israel. Gaza, dan mencegah kembalinya pejuang faksi Palestina ke Gaza utara dengan memeriksa mereka yang kembali melalui poros Netzarim.”

Sementara itu, Hamas bersikeras pada penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza dan penghentian perang sepenuhnya untuk menerima perjanjian apa pun.

Tel Aviv menahan lebih dari 10.300 warga Palestina di penjaranya, sementara diperkirakan ada 100 tahanan Israel di Jalur Gaza, sementara Hamas mengumumkan pembunuhan puluhan tahanan dalam serangan acak Israel.

Dengan dukungan Amerika, Israel telah melakukan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menyebabkan lebih dari 153.000 orang Palestina menjadi martir dan terluka – kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan wanita – dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

(oln/khbrn/Al-Jazeera/*)
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas