Sidang Kasus Korupsi Netanyahu Dibatalkan karena Operasi Pengangkatan Prostat
Kantor Perdana Menteri mengonfirmasi bahwa prosedur tersebut berhasil dilakukan tanpa komplikasi, dan Netanyahu kini dalam kondisi stabil serta sadar.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan menjalani operasi pengangkatan prostat pada Minggu (29/12/2024).
Prosedur ini mengharuskan Netanyahu dibius total dan menjalani pemulihan di rumah sakit.
Operasi ini dilakukan setelah Netanyahu didiagnosis dengan infeksi saluran kemih akibat pembesaran prostat jinak, dikutip dari Times of Israel.
Kantor Perdana Menteri mengonfirmasi bahwa prosedur tersebut berhasil dilakukan tanpa komplikasi, dan Netanyahu kini dalam kondisi stabil serta sepenuhnya sadar.
Sehubungan dengan kondisi kesehatannya, pengacara Netanyahu, Amit Hadad, mengajukan permintaan untuk membatalkan sidang pidana yang sebelumnya dijadwalkan, di mana Netanyahu seharusnya memberikan kesaksian.
Permintaan tersebut disetujui oleh Pengadilan Distrik Yerusalem, yang mengumumkan bahwa sidang akan dilanjutkan pada Senin, 6 Januari 2025.
Sejak persidangan dimulai pada Selasa (10/12/2024), Netanyahu telah memberikan kesaksian selama 6 hari.
Ia menghadapi sejumlah tuduhan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan, yang semuanya dibantahnya.
Netanyahu menyebut tuduhan ini sebagai bagian dari upaya kudeta politik terhadap dirinya, Haaretz melaporkan.
PM Israel itu menjalani prostatektomi, sebuah prosedur yang biasanya memungkinkan pasien keluar dari rumah sakit dalam 1 hingga 2 hari.
Menurut situs Mayo Clinic, pasien umumnya akan dipulangkan dengan kateter dan memerlukan waktu 7 hingga 10 hari untuk pemulihan penuh.
Baca juga: Netanyahu Jalani Operasi Pengangkatan Prostat di Tengah Ketegangan Israel-Hamas
Kegiatan normal biasanya dapat dimulai kembali dalam waktu 4 hingga 6 minggu setelah operasi.
Kasus Korupsi Netanyahu
Dikutip dari Reuters, Netanyahu menghadapi persidangan pidana yang melibatkan tiga kasus korupsi besar yang telah berlangsung sejak 2020.
Ia didakwa dengan sejumlah tuduhan, termasuk penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan terkait hubungannya dengan para pengusaha besar dan penerbit surat kabar.
1. Kasus 4000 (Kasus Bezeq)
Netanyahu diduga memberikan keringanan regulasi senilai sekitar 1,8 miliar shekel (sekitar $500 juta) kepada perusahaan Bezeq Telecom.
Sebagai balasannya, Netanyahu diduga meminta agar dirinya dan istrinya, Sara Netanyahu, mendapatkan liputan positif di situs berita yang dikendalikan oleh Shaul Elovitch, mantan pemilik Bezeq.
Netanyahu didakwa dengan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
2. Kasus 1000 (Hadiah dari Pengusaha)
Netanyahu dan istrinya diduga menerima hadiah senilai hampir 700.000 shekel ($210.000) dari Arnon Milchan, produser Hollywood, dan James Packer, miliarder asal Australia.
Hadiah tersebut termasuk sampanye, cerutu, dan barang mewah lainnya.
Jaksa penuntut mengklaim bahwa Netanyahu membantu Milchan dalam urusan bisnisnya.
Packer dan Milchan tidak menghadapi dakwaan apapun dalam kasus ini.
3. Kasus 2000 (Kesepakatan dengan Pemilik Yedioth Ahronoth)
Netanyahu diduga mencoba untuk negosiasi kesepakatan dengan Arnon Mozes, pemilik surat kabar Yedioth Ahronoth, untuk mendapatkan liputan positif sebagai imbalan atas undang-undang yang akan memperlambat pertumbuhan surat kabar pesaingnya, Israel Hayom.
Netanyahu didakwa dengan penipuan dan pelanggaran kepercayaan.
Potensi Hukuman
Jika terbukti bersalah, Netanyahu menghadapi hukuman yang cukup berat.
Penyuapan dapat mengarah pada hukuman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda yang sangat besar.
Sementara itu, penipuan dan pelanggaran kepercayaan dapat berujung pada hukuman penjara hingga tiga tahun.
Persidangan ini telah menjadi salah satu kasus hukum paling kontroversial dalam sejarah politik Israel, dengan dampak politik yang sangat besar.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Israel terpecah dalam pandangannya terhadap Netanyahu, baik dalam hal hukum maupun politik.
Kasus ini semakin memperburuk ketegangan politik yang sedang berlangsung di negara tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.