Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Banyak Ikan Tuna Taiwan ke Jepang dan Pelaut Indonesia Perjuangkan Hak Asasinya

Pelanggaran hak asasi manusia seperti tidak dibayarnya upah, kurangnya perawatan medis yang memadai dan distribusi makanan yang kurang layak

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Banyak Ikan Tuna Taiwan ke Jepang dan Pelaut Indonesia Perjuangkan Hak Asasinya
Istimewa
Para member Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI) yang ada di Taiwan 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kebanyakan ikan tuna di Jepang berasal dari Taiwan.

Ikan tuna dibawa oleh ABK dan nelayan Indonesia yang bekerja di kapal Taiwan tetapi hak asasi mereka kurang diperhatikan.

"Menurut Organisasi untuk Promosi Perikanan Tuna yang Bertanggung Jawab di Jepang, lebih dari 50 persen ikan beku impor tuna mata besar dan tuna albacore berasal dari Taiwan per 2023," tulis Toyo Keizai Online yang terbit 28 Desember 2024.

 Sebagian besar tuna sirip biru yang diproduksi di Taiwan diekspor ke Jepang.

Jepang mengimpor makanan laut Taiwan senilai 1 miliar dolar AS per tahun, menjadikannya pasar makanan laut terbesar bagi  Taiwan.

Hadi yang mengaku pendiri FOSPI berbicara tentang situasi hak asasi manusia di kapal penangkap ikan laut  Taiwan yang terlibat dalam penangkapan ikan laut dalam menekankan banyaknya pelanggaran hak asasi manusia dilakukan Taiwan.

Berita Rekomendasi

Pelanggaran hak asasi manusia seperti tidak dibayarnya upah, kurangnya perawatan medis yang memadai dan distribusi makanan yang kurang layak kepada pekerja asing merajalela.

Baca juga: 7 Sumber Protein yang Kaya Manfaat untuk Kesehatan, Termasuk Ikan Tuna

Dalam beberapa kasus, paspor mereka telah diambil (ditahan), mereka tidak dapat menghubungi keluarga mereka, dan mereka terpaksa bekerja di kapal hingga satu tahun.

Dengan latar belakang ini, pekerja Indonesia dan pekerja lain yang terlibat dalam penangkapan ikan laut yang ada di atas kapal penangkap ikan Taiwan bekerja sama dengan organisasi hak asasi manusia internasional untuk "menjamin hak untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman menggunakan Wi-Fi di kapal."

Pada Oktober 2024, Toyo Keizai mewawancarai  Hadi, seorang eksekutif organisasi pertukaran pekerja perikanan Indonesia, yang datang ke Jepang untuk menghadiri "Tokyo Sustainable Seafood Summit 2024" dan seminar yang diselenggarakan oleh Asia-Pacific Resource Center, dan  Valerie Al-Saga, seorang aktivis organisasi hak asasi manusia internasional Global Labor Justice yang mendukung mereka. 

"Saya berasal dari Indonesia dan telah terlibat dalam penangkapan ikan pelagis di Taiwan selama lebih dari 18 tahun. Anggota pendiri Forum  Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI)  yang bekerja untuk mempromosikan hak-hak pekerja migran di Taiwan. FOSPI memiliki lebih dari 2.300 anggota yang saling membantu untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia, termasuk kondisi kerja," ungkap Hadi.

 Al Saga: Saya bekerja untuk Global Labor Justice, sebuah organisasi hak asasi manusia internasional yang mengadvokasi hak-hak pekerja migran. Saya lahir di Meksiko, dibesarkan di Amerika Serikat, dan telah terlibat dalam gerakan buruh global selama sekitar 20 tahun.

Menurut Hadi, pelaut asing, terpaksa bekerja keras selama 10 bulan hingga satu tahun di kapal yang jauh dari Taiwan

Halaman
123

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas