Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Keliru Memberikan Obat, Peserta JKN Bisa Menuntut

Secara umum, obat yang diperlukan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah tersedia di pasar Indonesia.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Rendy Sadikin
zoom-in Keliru Memberikan Obat, Peserta JKN Bisa Menuntut
WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Warga antre untuk mendaftar menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jalan Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (10/3/2014). Ratusan warga rela antre berjam-jam untuk bisa mendapatkan kartu layanan kesehatan tersebut. Rata-rata setiap harinya BPJS Kesehatan melayani permohonan hingga 500 kartu. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumen atau pasien dipersilahkan menuntut jika dokter keliru memberikan resep obat karena tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga menimbulkan dampak buruk.

Secara umum, obat yang diperlukan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah tersedia di pasar Indonesia.

"Jika dokter atau RS tidak memberikan obat yang dibutuhkan dan pasien menderita efek buruk, pasien peserta JKN boleh menuntut RS atau dokter," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Selasa (6/5/2014).

Apalagi rumah sakit atau dokter sudah dibayar atau dijamin akan dibayar. Alhasil, mereka hanya fokus menyembuhkan penyakit. Hak mereka sudah atau pasti akan dipenuhi.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas memeriksa awal dan secara rutin melakukan sampling untuk menguji obat yang beredar. Jadi kualitasnya terjamin. Artinya kandungan zat aktif dalam kemasan obat sesuai dengan labelnya dan dosisnya juga sesuai.

"Untuk meningkatkan kualitas, seharusnya industri PMA yang memiliki quality control dari perusahaan induknya harus diberi ijin memproduksi dan menjual obat generik dan generik berlogo. Hal ini akan memacu persaingan dalam kualitas obat," ujar mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI itu.

Peran industri farmasi dalam ketersediaan obat sudah cukup memadai atau belum, menurut anggota Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini, sudah cukup memadai. Indonesia, katanya, memiliki industri farmasi yang berlebihan, lebih dari 200 industri farmasi.

BERITA REKOMENDASI

"Itu lebih dari cukup. Bahkan karena jumlahnya kebanyakan maka industri farmasi Indonesia tidak efisien. Sebagian harus dimerjer agar terjadi efisiensi," papar Pendiri dan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas