Persiapan Produksi Massal Stem Cell Tuntas, Tinggal Tunggu Peredarannya di Pasaran
- Tuntas sudah persiapan untuk produksi massal stem cell, sebuha formula baru untuk menyembuhkan berbagai penyakit
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Tuntas sudah persiapan untuk produksi massal stem cell, sebuha formula baru untuk menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk barisan penyakit yang selama ini dikenal tanpa harapan sembuh, macam diabetes mellitus (kencing manis), leukimia (kanker darah), stroke, jantung dan lain-lain.
Tuntasnya persiapan itu ditandai dengan dilakukannya penandatangan tahap kedua, antara Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga.dengan PT Kimia Farma (KF), Kamis (18/9/2014).
Untuk kepentingan produksi massal Kimia Farma menyiapkan investasi Rp 11 miliar.Penandatangan tahap dua ini intinya sepakat melakukan produksi massal sekaligus memasarkannya secara umum tahun 2015.
“Lewat penandatangan ini agreement sudah ke hal teknis,” ujar Verdi Budidarmono, GM Business and Development PT Kimia Farma usai penandatanganan.
PT Kimia Farma yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menjadi investor. Sedangkan ITD UA selaku penemu sekaligus pelaksana produksi massal.
Sebelumnya, Kimia Farma melakukan kerjasama dengan lembaga pimpinan Prof DR dr Nusronudin tersebut dalam bentuk riset-riset stem cell sejak tahun 2008 silam.
Pemasaran dan pendistribusian produk para putra bangsa ini, sepenuhnya akan dilakukan Kimia Farma.
Bukan tidak mungkin, produk stem cell bisa dibeli di outlet Kimia Farma.
Terkait investasi Rp 11 miliar, kata Verdi, Rp 4,5 miliar diantaranya diwujudkan renovasi tempat dan pengadaan alat.
Pada tahap awal, ada lima produk stem cell yang diproduksi. Satu diantaranya stem cell dalam produk kecantikan. Produk inil menjadi fokus produksi untuk dijual bebas..
“Kami yakin pasar akan menerima produk stem cell dengan baik. Kami juga sudah mendapatkan back up dari Kementerian Kesehatan dan Badan POM,” ungkap Verdi.
Namun backup dari Kementerian Kesehatan dan BPOM itu, hingga kini masih belum dituangkan dalam sebuah regulasi.
Menurut Verdi, produk stem cell ini nanti akan dikaji BPOM sebelum beredar. Kajian itu terkait kategorisasi produk. Bila termasuk produk ekslusif, maka peredarannya harus formal atau menggunakan resep dokter.
Bila dinyatakan umum, maka produk bisa langsung dibeli masyarakat.
Soal teknis penjualan iti, Verdi punya usulan skema. Untuk masih berbentuk sel, ITD mengharuskan ada rekomendasi dari dokter.
Sebab penggunaan produk yang masih berupa sel membutuhkan tindakan medis dari dokter.
Produk ini perlu perlakuan khusus karena hanya berumur dua jam setelah dilepas. Artinya, pemakaian harus dilakukan sesegera mungkin.
“Berbeda dengan produk jadi. Stem cell yang masih berupa sel harus segera dipakai. Kalau tidak segera dipakai bisa mati. Misalnya, ada pasien dari Makassar minta dari sini (Surabaya), nah harus hitung perjalanan sel ini sampai di sana. Jadi distribusi agak terbentur untuk yang masih berupa sel,” ujar Prof Fedik Abdul Rantam, Kepala Laboratorium ITD.
Di tempat terpisah, dr Marius Widjajarta, Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKI), mengatakan, harus ada regulasi yang mengatur hal ikhwal bio teknologi sebelum diedarkan.
“Sampai sekarang belum ada regulasi yang mengatur padahal penelitian sel punca dalam beberapa tahun terakhir sangat pesat”, katanya.
Dia menyayangkan lambannya pemerintah dalam menelurkan regulasi.
Padahal, kata dia, naskah akademik untuk penyusunan draft rancangan undang-undang (RUU) sudah selesai setahun lalu. Marius termasuk tim yang menyusun kajian itu.
“Saya tidak tahu mengapa (lambat),” kata Marius.
Dia menganggap regulasi ini penting karena akan mengatur dari hulu sampai hilir dari kegiatan bio teknologi. Baik dari sejak penelitian, sampai produksi massal.
Dia khawatir, ketiadaan regulasi ini malah menghambat pengembangan stem cell sendiri. “Kalau ada apa-apa, siapa yang mau tanggung jawab?” ujarnya.