Brain Wash Bukan Tindakan Medis untuk Treatment Stroke
Dokter Riri Sarisanti, SpS, FINS O memberikan penjelasannya menanggapi fenomena salah kaprah brain wash untuk treatment stroke.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Vivi Febrianti
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Dokter Spesialis Saraf RS PMI Bogor, dr Riri Sarisanti, SpS, FINS O memberikan penjelasannya menanggapi fenomena salah kaprah brain wash untuk treatment stroke.
Menurutnya, jika ada anggapan bahwa dengan brain wash, pasien stroke menahun dan lumpuh bisa berjalan kembali, adalah menyesatkan.
"Brain wash bukan tindakan medis. Tujuannya menghancurkan bekuan darah yang menyumbat pembuluh otak dengan cairan tertentu. Itu adalah tindakan terapi," jelasnya.
Dia menjelaskan, terapi intervensi stroke iskemik dan trombolisis intra vena hanya diperbolehkan dalam waktu 4,5 jam sejak serangan.
Lebih dari batas waktu, maka cairan yang dimasukkan tidak akan bermanfaat, dan justru berpotensi menyebabkan pendarahan pada otak.
"Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan brain wash yang bisa dilakukan setelah sekian tahun serangan, atau malah sebagai tindakan pencegahan," kata Riri Sarisanti.
Brain wash pada stroke, merupakan prosedur diagnostik yang diklaim sebagai prosedur terapi.
Awal terkenalnya brain wash, bahwa prosedur itu sama saja dengan prosedur diagnostik kateterisasi otak yang bernama cerebral Digital Subtraction Angiography (DSA).
"Penamaan brain wash memang dibuat untuk metode ini agar terasa merakyat. Apapun namanya, yang dimaksud yakni menginjeksikan heparin ke dalam pembuluh darah otak pada penyakit yang terkait dengan otak," ujarnya.