Penting! Warita Gay dan 'Straight' Mendapatkan 'Lotre' HIV
Apapun gender dan orientasi seksual Anda, Anda berisiko terinfeksi HIV. Jangan lagi pernah berpikir bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit homoseksual.
"Trennya berubah. Kalau dulu lebih banyak karena jarum suntik," kata Esa.
Ia berpesan, "Sekarang yang penting bagi laki-laki adalah setia pada pasangan. Jika terpaksa melakukan hubungan seks di luar kepatutan, gunakan kondom."
Kurang Memberdayakan Diri
Bagi perempuan heteroseksual, sikap kurang memberdayakan diri menjadi salah satu sebab utama terinfeksi HIV. Perempuan heteroseksual kerap menjadi korban.
Banyak perempuan heteroseksual punya mimpi menikah, punya anak, memiliki satu cinta untuk selamanya. Itu tak salah. Namun, kadang perempuan kurang waspada.
"Tes HIV sebelum menikah. Jangan sampai seperti saya," ujar Anisa, perempuan asal Jakarta yang kini menjadi orang tua tunggal untuk 4 anaknya.
"Kalau memang tahu calon pasangan terinfeksi, pernikahan tetap bisa dilanjutkan. Orang HIV tetap bisa menikah dan punya anak yang negatif," imbuhnya.
Tahun 2008, suami Anisa mengalami penyakit hati. Sang suami pemakai narkoba suntik. Tubuhnya kurus dan sering batuk hingga mengeluarkan lendir berwarna kuning.
Pemeriksaan HIV mengungkap bahwa suami Anisa HIV positif. Sayang, Anisa kala itu tak langsung memeriksakan diri. Ia baru mengecek status HIV-nya pada tahun 2010, setelah sang suami meninggal.
Sikap mengabaikan dan mengingkari risiko disesalkan Anisa. Karena sikap itu, dia harus melahirkan satu anak dengan HIV beberapa saat sebelum sang suami "pergi".
Pada seluruh perempuan, Anisa berpesan bahwa HIV bisa masuk dalam tubuh siapa pun. Dia bercerita bahwa dirinya pun tak menyangka bisa terinfeksi.
"Sampai saat saya tahu saya positif, saya mengobrak-abrik meja dokter. Saya berteriak, tidak mungkin saya terinfeksi. Saya bukan PSK. Saya malah guru ngaji," ujar Anisa.
Mengekspresikan Diri tapi Kurang Informasi