Echa si Putri Tidur Selalu Mengantuk, Dokter Ahli Jiwa Menyebutnya Hypersomnia, Apakah Itu
Echa, tertidur 13 hari, namun baru pada Minggu (22/10/2017) dia baru bisa benar-benar membuka mata.
Editor: Anita K Wardhani
Namun ketika ditinggal sang kakek dan diminta untuk mandi, perempuan yang dijuluki mamanya sebagai Putri Tidur itu kembali terbaring di ranjang kamarnya.
Baca: Kata Sang Ayah, Tanda Echa ‘Si Putri Tidur’ Benar-benar Sudah Bangun Kalau Mencari Handphone
Ia memejamkan matanya lagi, nampak tertidur pulas.
Pantauan banjarmasinpost.co.id, Echa tampak tertidur lelap.
Ia mengenakan baju kaus warna orange dan tangannya tetap berada di atas perutnya.
Nafas Echa juga terdengar normal Rabu pagi itu.
Hypersomnia
Sementara itu, Dokter Yanti, Dokter Ahli Kejiwaan yang dikatakan ayah Echa, Mulyadi sempat merawat Echa, Rabu (25/10/2017) dicoba dikonfirmasi, tidak menyanggah dirinya pernah merawat anak perempuan tersebut.
Namun ia juga tidak mengiyakan terkait perawatan itu.
"Kalau aku sebagai dokter tidak mengonfirmasi atau tidak menyangkal. Terkait pemeriksaan Echa juga tidak ada statement, terkecuali apabila menanyakan sebagai pendapat ahli secara umum tanpa terkait pasien," jelas Yanty.
Sementara itu, secara umum ia menjelaskan contoh kasus yang dialami Echa bisa dikatakan istilahnya hypersomnia, yaitu kelebihan tidur.
Entah itu disebabkan terlalu banyak tidur malam atau kesulitan untuk bangun di waktu siang hari.
Namun diterangkan oleh dokter Yanty, hal itu bisa dilihat seberapa jauh hypersomnia mengganggu.
Sebab menurutnya ada juga orang yang hanya memiliki sedikit waktu tidur sehingga ketika menyebuthypersomnia, harus lihat seberapa jauh penyimpangan dari kebutuhan tidur sehari-hari si pengidap.
Selain itu, seberapa mengganggu aktivitasnya misalnya ia tak bisa makan, tak bisa sekolah atau kerja.
Ketika ditanya penyebab hypersomnia, dokter Yanty menjawab ada banyak penyebab.
“Entah dari segi biologis, sosial, kultural dan psikologis. Sementara soal diagnosis,” katanya.
Sementara mengenai diagnosis Echa, ia mengatakan hal itu hak milik pasien, sehingga ia tidak bisa mengutarakan ke khalayak. (banjarmasinpost.co.id/royan naimi)