Diperlukan Inisiatif Berbagai Pihak, Termasuk Swasta dalam Menekan Angka Buta Katarak
BCA mendonasi 1 buah Phacoemulsification Cataract Machine Intuitiv AMO dan 3 set alat pendukung operasi katarak kepada Ketua Perdami DKI Jakarta
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buta katarak masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan diantaranya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan mata masih terbatas terutama di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan yang belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan.
Juga belum adanya SDM kesehatan yang memadai termasuk keberadaan dokter spesialis mata di seluruh pelosok tanah air.
"Saat ini diperlukan berbagai inisiatif dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta," kata President Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Senin (13/11/2017).
Baca: Tak Akan Intervesi Gerakan Penanggulangan Buta Katarak
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB, Jabar dan Sulsel) tahun 2013 -2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan penyebab utama adalah katarak (71%).
Fakta ini mendorong Bank BCA turut berpartisipasi melalui tanggung jawab sosialnya dengan cara pemberian donasi kepada Seksi Penanggulanggan Buta Katarak Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (SPBK Perdami).
BCA mendonasi 1 buah Phacoemulsification Cataract Machine Intuitiv AMO dan 3 set alat pendukung operasi katarak senilai Rp 659,5 juta kepada Ketua Perdami DKI Jakarta Elvioza.
"Kami harapkan ini dapat memberi dampak yang besar terhadap upaya penurunan kebutaan dan menjadi manfaat bagi masyarakat yang mendapatkan pengobatan dan penanganan yang tepat dari para dokter spesialis mata dari Perdami," kata
Jahja menyampaikan, sebelumnya BCA juga telah menyumbang 2 buah mikroskop senilai Rp500 juta pada tahun 2016, 13 alat bantu operasi dan 2 alat biometri senilai Rp450,45 juta pada tahun 2015, serta 1 buah mikroskop senilai Rp385 juta pada tahun 2014.