Ruang Isolasi untuk Perawatan Pasien Difteri Minim
Ruang isolasi untuk pasien difteri di RSU Kabupaten Tangerang delapan bed, tapi karena pasiennya banyak terpaksa kadang harus satu kamar jadi dua bed
Penulis: Gita Irawan
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEW.COM, TANGERANG - Difteri telah mewabah, bahkan sudah menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Tangerang.
Mengingat banyaknya pasien difteri yang dibawa ke Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang (RSUKT), seorang perawat jaga yang ditemui di rumah sakit tersebut, Mardianah berharap kepada pemerintah untuk menambah ruang isolasi di rumah sakit-rumah sakit di wilayah Kabupaten Tangerang.
Hal itu dikarenakan ruanG isolasi yang berada di rumah sakit tersebut kerap penuh dengan pasien difteri. Padahal, bakteri tersebut dapat menular lewat udara.
"Ya kita mah pengennya biar pemerintah mengimbau rumah sakit-rumah sakit lain biar dibuatin ruang isolasi, makannya kalau ada pasien yang dateng kita harus ngecek dulu ada apa nggak kamarnya. Bukannya kita nolak," ungkap Mardianah.
Baca: Derita Sobari Dikucilkan Warga Setelah Cucunya Meninggal karena Difteri
Menurut Mardianah kapasitas maksimal isolasi yang ada di RSUKT delapan ranjang.
Namun karena melihat banyaknya jumlah pasien yang dirawat, terpaksa pihak rumah sakit memasukan bed tambahan.
"Di RSU Kabupaten Tangerang delapan bed, tapi karena pasiennya banyak terpaksa kadang harus satu kamar jadi dua bed," kata perawat jaga yang telah bekerja di RSUKT selama 17 tahun tersebut.
Mardianah mengungkapkan bahwa ruang isolasi tersebut pada awalnya digunakan untuk pasien wabah flu burung yang sempat melanda Indonesia.
Namun karena kini pasien wabah flu burung sudah tidak ada lagi, maka ruang tersebut digunakan untuk pasien difteri.
Wartawan tidak diperbolehkan mengambil gambar kesana karena takut terkontaminasi oleh bakteri tersebut.
Mardianah juga mengungkapkan bahwa beberapa perawat juga sempat tertular bakteri tersebut. Namun telah ditangani dengan pemberian vaksin suntik dan obat oral.
Menurut Mardianah, faktor utama dari penyakit tersebut adalah kebiasaan hidup yang jorok di samping daya tahan tubuh yang lemah.
Mardianah mengimbau masyarakat untuk rajin mencuci tangan dan membersihkan bahan-baha makanan yang hendak dikonsumsi sebersih mungkin agar terhindar dari penyakit mematikan tersebut.
Selain itu, Mardianah juga mengimbau kepada masyarakat untuk segera membawa anggota keluarganya ke rumah sakit jika ditemukan tanda-tanda khusus dari paparan bakteri tersebut.
"Tanda-tandanya yang khusus itu lidahnya putih dan bagian dalam kerongkongan putih banget, kayak sariawan," kata Mardianah.
Selain itu tanda-tanda lainnya adalah demam tinggi, sesak napas, sakit saat menelan, dan membengkaknya kelenjar getah bening.
Menurut Mardianah, lidah putih dan kerongkongan yang seperti sariawan itulah yang membedakan penyakit difteri dengan penyakit gondong yang gejalanya kerap mirip.
Mardianah mengatakan bahwa penanganan untuk penyakit tersebut di RSUKT sudah sesuai prosedur.
Prosedur yang dimaksud adalah melakukan pemeriksaan kerongkongan, jika positif lalu akan dimasukan ke dalam ruangan isolasi, diberi vaksin dan obat oral, dan harus dirawat aelama empat belas hari.
"Harus selama empat belas hari, pasien yang boleh pulang juga nggak sembarangam, karena takut menularkan ke keluarga lainnya," ungkap Mardianah yang saat itu menggantikan Humas RSUKT yang tengah libur untuk memberikan keterangan kepada Tribun. (Gita Irawan/Tribunnews.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.