Teknologi Sel Punca, di Indonesia Masih Kontroversi di Jepang Dikembangkan
dalam bidang penelitian dan penggunaannya tidak terlepas dari masalah etika terutama penggunaan dan pemanfaatan sel punca yang berasal dari embrio
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengembangan sel punca atau stemcell di Indonesia saat ini masi dipenuhi kontroversi.
Sebab dalam bidang penelitian dan penggunaannya tidak terlepas dari masalah etika terutama penggunaan dan pemanfaatan sel punca yang berasal dari embrio.
Istilah sel punca atau stemcell memang sudah tidak asing lagi di dunia kesehatan. Sel-sel ini bertanggung jawab untuk menjaga tubuh kita bekerja setiap harinya, seperti membuat jantung berdetak, otak berpikir, mengganti kulit yang terkelupas, dan lain-lain.
Atau dengan kata lain, fungsi utama sel punca adalah untuk menciptakan berbagai jenis sel tersebut.
Menurut dr. Dessy Hendro Guyanto dari Klinik Effatha, penemuan sel punca tidak bisa lepas dari pertama kali ditemukannya sel sebagai building block organisme yang hidup pada abad ke-18.
"Pada awal 1900-an, ditemukan bahwa terdapat sel-sel tertentu yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan sel darah. Namun istilah sel punca baru ditemukan pada 1978 oleh Dr. Gregor Pindull," kata Dessy, Jumat(15/12/2017).
"Memang ada pro dan kontra, khususnya penggunaan dan pemanfaatan sel punca yang berasal dari embrio (embryonic stem cells). Karena embrio harus dihancurkan bila ingin diambil sel puncanya. Artinya, kita harus menghilangkan satu kehidupan," tambahnya.
Menurut Konsultan Kesehatan dr. Elvin Erick Gultom, aging atau penuaan merupakan suatu proses yang kompleks dimana sel rusak secara progresif sejalannya dengan waktu sampai akhirnya terjadi kematian sel.
“Terapi stem cell memberikan solusi dengan menghambat dan membalikkan proses penuaan tersebut,” katanya.
Ia melanjutkan, stem cell memiliki efek anti aging (penuaan) yang unik dengan melakukan regenerasi dan perbaikan organ tubuh yang rusak akibat toksin dan radikal bebas akibat gaya hidup sehari-hari.
Terapi stem cell berperan membantu tubuh seseorang untuk memperbaiki organ tubuh termasuk ke kulit, sehingga hasilnya akan mengurangi bintik dan bercak hitam akibat peningkatan umur.
“Juga mengurangi nyeri leher dan tulang belakang, mengurangi kelelahan, meningktakan energi tubuh dan secara keseluruhan dapat memperbaiki kualitas mental dan fisik seseorang,” katanya.
Inovasi tersebut kini dikembangkan di industri kesehatan di Jepang. Dalam temuan itu, secara teoritis, seseorang tidak lagi perlu mengumpulkan sel punca dari embrio atau berusaha untuk menemukannya dalam tubuh manusia.
"Kita dapat membuat sel iPS sendiri. Agar sel iPS dapat berubah menjadi jenis sel lain, maka sel tersebut harus bermultiplikasi. Dan untuk melakukannya, sel-sel tersebut harus berada dalam lingkungan yang tepat, sebagaimana benih memerlukan tanah untuk tumbuh. Lingkungan yang tepat untuk membiakkan sel disebut media kultur, yang merupakan campuran antara asam amino, vitamin, glukosa, lemak, faktor-faktor pertumbuhan, dan sejumlah kecil mineral yang penting untuk perkembangan sel,"ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.