Kualitas Pelayanan Kesehatan Dipertanyakan, Tarif INA-CBG Perlu Direvisi
Masalah program JKN adalah besarnya biaya pengeluaran manfaat asuransi, tarif yang kurang memadai, mutu pelayanan rendah, dan sebagainya
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah kalangan terutama praktisi kesehatan dan akademisi menyoroti kualitas pelayanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Tarif kesehatan yang kurang memadai dinilai menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan.
Luthfi Mardiansyah, Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS), menjelaskan program JKN telah berjalan pada tahun kelima dan sekitar 193 juta jiwa telah menjadi peserta JKN-KIS di hampir semua wilayah negara ini.
Permasalahan yang ada selama dijalankannya program JKN adalah besarnya biaya pengeluaran manfaat asuransi, tarif yang kurang memadai, mutu pelayanan rendah, dan sebagainya.
“Ada permasalahan dalam pengendalian biaya dan di sisi lain rendahnya tarif INA-CBG (Indonesia Case Base Groups),” kata Luthfi dalam siaran persnya, Selasa (10/4).
Luthfi menambahkan, permasalahan kualitas pelayanan oleh fasilitas kesehatan kepada pasien peserta program JKN berkaitan dengan besaran tarif INA-CBG yang dirasakan tidak cukup oleh banyak rumah sakit.
Tarif INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan tarif INA CBGs yang merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.
Baca: Kemenkes Diminta Uji Ilmiah Terapi Cuci Otak Dokter Terawan
Noor Arida Sofiana, Wakil Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) di sela-sela acara seminar “Menyembuhkan Pasien Dengan Biaya Yang Efisien” di Bali, akhir pekan lalu menyatakan, saat ini perbedaan tarif INA-CBG antara rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah hanya berkisar 3%-5%, idealnya beda 30% karena rumah sakit swasta kan self-funded,” ujarnya.
Asosiasi akan mendorong dan mendukung Kementerian Kesehatan dalam proses penyusunan tarif baru. Usulan kenaikan tarif INA-CBG juga ditanggapi positif oleh kalangan industri farmasi.
“Hal ini dapat mengakomodasi kepentingan pasien mendapatkan obat yang cost-effective, bukan obat murah,” disampaikan oleh Catharina Librawati, Vice President Soho Globalhealth.
Di sisi lain, rumah sakit dituntut untuk tetap memperhatikan pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, tidak terkecuali pasien program JKN.
“Manajemen rumah sakit perlu melakukan perubahan paradigma di era JKN ini,” ungkap Hasbullah Thabrany, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat UI.