Astra Daihatsu DSO DKI 1 Gelar Sosialisasi Thalasemia ke Siswa SMK di Jakarta Selatan
Saat ini diperkirakan terdapat 9.000 penderita thalasemia dengan sekitar 40 persen diantaranya berada di Jawa Barat.
Penulis: Choirul Arifin
Wakil Kepala Sekolah SMK YP Mulia, Evi Trihandayani, menilai kegiatan edukasi ini sangat bermanfaat bagi siswa-siswi SMK YP Mulia.
Baca: Pahala Mansury: Dicopot dari Kursi Dirut Garuda, Dipasang Jadi Direktur Keuangan Pertamina
"Karena pengetahuan tentan thalasaemia ini tidak diajarkan di sekolah. Kita yang tidak tahu jadi tahu.
Ini sosialisasi pertama kali tentang thalasaemia yang diberikan di sekolah kami. Diikuti sekitar 80-an siswa," ungkap Evi Trihandayani.
Kegiatan edukasi ini menghadirkan pembicara dari Perhimpunan Orang Tua Penderita Thalassaemia Indonesia (POPTI), Ruswandi.
Ruswandi menjelaskan, di Indonesia ada 3 lembaga yang serius menaruh perhatian pada penyakit thalasaemia. Yakni, Perhimpunan Orangtua Thalasaemia Indonesia, Yayasan Thalasaemia Indonesia, dan Perhimpunan Penyandang Thalasaemia.
Ruswandi memaparkan, thalasaemia adalah penyakit kelainan darah yang terkena sejak masa kanak-kanak, bukan jenis penyakit menular, tapi karena faktor keturunan yang diturunkan oleh kedua orangtuanya (faktor genetik).
"Penyakit ini dapat dicegah," kata dia.
Ada tiga macam thalasaemia. Yakni thalasaemia minor/trait atau carrier, tubuhnya sehat, tapi jadi pembawa penyakit ini sejak lahir.
Thalasaemia intermediate atau anemia minor yang hanya membutuhkan transfusi darah dua sampai tiga kali dalam setahun.
Ketiga, thalasaemia mayor, yang membuat penderitanya harus jalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan.
"Thalasemia jenis ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, sangat mahal. Biaya berobat per anak bisa mencapai Rp 10 juta per bulan. Jadi kalau dalam keluarga ada anak penderita thalasaemia mayor, sangat memberatkan ekonomi keluarga," ungkap Ruswandi yang sejak 20 tahun lalu merawat anaknya yang positif menderita thalasemia.