KLB Hepatitis A, Warga Ponorogo Diminta Tak Bepergian ke Pacitan
Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis di Kabupaten Pacitan membuat daerah di sekitarnya seperti di Ponorogo waspada.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis di Kabupaten Pacitan membuat daerah di sekitarnya seperti di Ponorogo waspada.
Bupati Ponorogo, Ipong Muchlisoni, mengimbau agar warga bumi Reog ini tidak bepergian ke Kabupaten Pacitan terlebih dahulu demi menghindari penularan hepatitis A yang menyerang ratusan warga Pacitan.
"Selain itu, di beberapa desa atau kecamatan yang berbatasan dengan Pacitan kita sudah imbau sejak seminggu yang lalu untuk berhati-hati dan menjaga serta memeriksa orang Pacitan yang datang ke Ponorogo," ucap Ipong, Sabtu (29/6/2019) malam.
Walaupun berbatasan langsung dengan Pacitan, Ipong mengatakan sampai saat ini belum ditemukan warga yang terindikasi terserang hepatitis A.
"Sejauh ini belum ada temuan di Ponorogo," ucap Ipong.
Baca: KLB Hepatitis A, 824 Warga Pacitan Harus Istirahat Total, Dilarang Konsumsi Makanan Mentah
Seperti diketahui, 824 warga Pacitan terserang hepatitis A.
Upaya pencegahan dan penanganan telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur bersama Pemkab Pacitan.
Satu upaya mengurangi penyebaran penyakit dilakukan dengan mengimbau penderita hepatitis A yang memasuki masa pemulihan untuk istirahat total selama sebulan.
Beberapa obat-obatan, dan tim survelians dari Dinkes Jawa Timur juga sudah dikirim ke Kabupaten Pacitan.
"Sudah kita kirimi kaporit, lyzol dan obat-obatan. Tim survelians dan balai besar teknik kesehatan sudah ke lapangan," kata Kadinkes Jawa Timur, Kohar Hari Santoso beberapa waktu lalu.
Banyak Menyerang Laki-laki
Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A di Pacitan, Jawa Timur telah memakan korban hingga 877 orang hingga Jumat, 28 Juni 2019 kemarin.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, dr. Eko Budiono menyebutkan mayoritas yang terserang penyakit berusia 20 sampai 44 tahun.
Jumlah penderita laki-laki lenih banyak yakni mencapa 58 persen karena alasan mobilitas dan gaya hidup, sedangkan perempuan hanya 42 persen dari total penderita.
“Laki-laki lebih banyak karena mobilitas tinggi dan relatif lebih sembarangan jajan makanan dan minuman,” ungkap dr. Eko Budiono kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/6/2019).