Minimnya Cara Lindungi dari Ancaman Obat Palsu Jadi Celah Pelaku Kejahatan Pemalsuan Obat
Pemalsuan obat berbeda dengan pemalsuan barang-barang lainnya karena dampaknya pada kesehatan manusia sehingga perlu diperhatikan
Editor: Eko Sutriyanto
Disertasi ini mencoba membedah permasalahan dilihat dari perlindungan terhadah pemegang merek, efektifitas hukum dan konsep ideal untuk penegakan hukum kedepannya.
"Pendekatan melalui kajian terhadap kasus-kasus obat palsu yang diputuskan di beberapa pengadilan yang tersebar di Indonesia, kemudian putusan hakim dalam kasus vaksin palsu di tahun 2016 dijadikan data awal untuk kajian disertasi ini agar dapat menelaah pertimbangan hakim dalam membuat keputusannya terhadap para pelaku kejahatan pemalsuan obat,” papar Widya.
Baca: Tukang Becak Ditemukan Meninggal di Area Kampus UGM
Promotor Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H, M.H mengungkapkan penormaan kejahatan pemalsuan obat dan peredarannya sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan seharusnya terbaca jelas dan tegas di dalam peraturan perundang-undangan.
Hal ini sebagaimana telah diamanatkan di dalam Pasal 28 I ayat (5) bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia harus dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Penerapan hukuman pidana dan denda maksimal di dalam putusan-putusan pengadilan pun dapat menjadi suatu konsep yang ideal.
"Saya berharap setelah mendapatkan gelar doktor ini bisa mengembangkan ilmunya, serta bisa bermanfaat," pesan Agus Sardjono.
Masalah peredaran obat palsu memang bukan hal yang asing bagi Widya, dimana telah memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun dalam bidang kesehatan dan industri farmasi.
Widyaretna telah menjabat sebagai public affairs and communications director Pfizer Indonesia (2011-2017) dan menjabat sebagai legal director selama 9 tahun (2002-2011).
Sebelumnya menjadi pengacara selama 6 tahun di Mochtar, Karuwin & Komar Law Office. Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) pada tahun 2008-2017 dan saat ini menjabat sebagai lead advisor.
Dia merupakan salah satu pendiri Indonesian Corporate Counsel Association ICCA pada tahun 2004; dan juga pendiri dari Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 2013.