Penyakit Katrastropik Banyak Diderita Peserta BPJS, YLKI: Dampak Pemakaian Pemanis Buatan
YLKI menduga penyakit katastropik yang banyak diderita oleh peserta BPJS, salah satu penyebabnya adalah dampak dari konsumsi pemanis buatan.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Magang, Yosi Vaulla Virza
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga penyakit katastropik yang banyak diderita oleh peserta BPJS, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah dampak dari konsumsi produk makanan yang berbahan pemanis buatan secara berlebihan.
Tulus Abadi, Ketua YLKI mengatakan pemicu dari penyakit yang banyak diderita oleh banyak pasien BPJS saat ini bisa jadi karena kotribusi dari pemakaian pemanis buatan dan pola konsumsi yang tidak sehat dari komsumen.
"Pemakaian pemanis buatan ini banyak berkontribusi terhadap pola konsumsi masyarakat dan itu lah beban penyakit-penyakit di BPJS dominan kepada pola konsumsi masyarakat yang tidak sehat," ujar Tulus Abadi di kantor YLKI, Jumat (11/10/3019).
Baca: Kasus Kematian Golfrid Siregar, Tukang Becak yang Bawa Pengacara Walhi Itu ke RS Jadi Tersangka
Tulus menambahkan, mungkin penyebab penyakit memang tidak langsung datang dari pemakaian pemanis buatan. Tapi kesalahan pada pola komsumsi yang ditimbulkan di belakang.
Pemakaian pemanis buatan dalam jumlah berlebihan lah yang menyebabkan kondisi simtem metabolik tubuh tidak bisa mencerna gula dengan baik, dan membuat sistem metabolik tubuh rusak.
Sehingga, jika mengonsumsinya secara berlebihan bisa memancing penyakit katastropik, seperti penyakit gagal ginjal, diabetes, kemudian jantung dan sebagainya.
"Produk ini masih ada kandungan gulanya tapi menambahkan pemanis buatan. Apa kabar jika seorang individu banyak mengonsumsi minuman-minuman seperti ini, tidak hanya efek lain, seperti dapat menimbulkan gagal ginjal tapi diabetes juga bisa mengintai," ujar Natalya, peneliti di YLKI.
Tulus juga mengatakan hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan atau tidak ketahuan konsumen terhadap penggunaan dari pemanis buatan.
Ketidaktahuan komsumen tersebut dikarenakan para produsen yang tidak menuliskan dengan benar pemberitahuan atas penggunaan bahan pemanis buatan pada produk.
Banyak produk makanan yang ditemukan, menuliskan bahan pemanis buatan dengan tidak benar. Para produsen malah terkesan menyembunyikan.
Baca: Kondisi Terkini Wiranto setelah Penusukan, Usus Halus Dipotong 40 Sentimeter karena Luka
Biasanya pengunaan pemanis buatan ditulis sangat kecil sekali dan biasanya diletakkan pada tempat yang sulit dijangkau oleh penglihatan para konsumen.
Dari penelitian yang dilakukan oleh YLKI dari bulan Maret hingga April 2019 ada sebanyak 25 produk paling populer dan gampang ditemukan oleh masyarakat yang mengandung pemanis buatan ditulis ala kadarnya.
Dari survei yang dilakukan 90 persen komsumen pernah mendengar istilah pemanis buatan, tapi mayoritasnya mempersepsikan sebagai pengganti gula/biang gula.
Dan ada sebanyak 90 persen tidak mengetahui sama sekali nama-mana pemanis buatan.
Selain itu pemanis buatan ini sangat rentan penggunaannya untuk ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak usia di bawah lima tahun (balita).