Penggunaan Rokok Elektrik di Selandia Baru Membantu Orang Berhenti Merokok?
Hasil studi di Selandia Baru menunjukkan, penggunaan rokok elektrik justru dapat membantu orang berhenti merokok lebih cepat.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil studi di Selandia Baru menunjukkan, penggunaan rokok elektrik justru dapat membantu orang berhenti merokok lebih cepat.
Ini akan semakin efektif bila digunakan dengan terapi lain seperti permen. Hasil studi ini dipublikasikan para peneliti dari Lancet Respiratory Medicine 10 September lalu.
Profesor dan peneliti utama dari Universitas Auckland, Natalie Walker menjelaskan, penelitian yang dia lakukan menggunakan 1.124 sampel atau peserta. Sebesar 40% diantaranya merupakan penduduk asli Selandia Baru, Suku Maori.
Pasalnya, Suku Maori memiliki kebiasaan merokok. Perokok wanita Suku Maori bahkan lebih banyak dibanding pria.
Para peneliti membagi peserta menjadi tiga kelompok sebelum secara acak menetapkan metode khusus. Mulai dari rokok elektrik mengandung nikotin sampai tanpa nikotin.
Para peserta survei diminta untuk menggunakan produk rokok elektrik dua minggu sebelum berhenti dan kemudian melanjutkan selama 12 minggu.
Peserta yang menggunakan rokok elektrik nikotin cenderung lebih cepat meninggalkan rokok selama enam bulan, antara 7% dan 17%. Untuk rokok elektrik bebas nikotin, persentasenya antara 4% dan 10%.
"Nikotin adalah sesuatu yang membuat orang menginginkan rokok. Namun, tar dan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya lainnya dalam asap tembakau yang menyebabkan kanker, penyakit jantung, masalah paru-paru dan penyakit lain yang berhubungan dengan merokok,” ujar Walker seperti dikutip dari nzherald.co.nz, Minggu (15/9/2019) lalu.
"Bahkan, bahan kimia lain itu lah yang membunuh dua dari tiga perokok bukan nikotin,” tutur Walker.
Sehingga, menurutnya, kasus kematian yang terjadi di AS bukan disebabkan oleh perangkat atau rokok elektriknya. Melainkan karena sesuatu yang semestinya tidak dimasukkan ke dalam rokok elektrik.
"Oleh karena itu, penting untuk membeli e-liquid dari pengecer terkemuka, bukan pasar gelap," jelas Walker.
Dia menambahkan, sebanyak 5.000 orang meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan merokok di Selandia Baru.
”Sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun di Selandia Baru yang meninggal akibat vaping," selorohnya.