Mengenal ROP, Penyakit Langka yang Membuat Anak Cynthia Lamusu Harus Berkacamata Sejak Bayi
Atharva Bimasena Saputra, satu dari dua anak kembar Cynthia Lamusu divonis menderita Retinopati prematuritas (ROP).
Editor: Anita K Wardhani
Hasilnya, ada reaksi baik dari mata Bima.
Karena ROP pula, Cynthia Lamusu ini harus mengenakan kacamata sejak dini, tepatnya usia 18 bulan.
Kasus gangguan mata anak Cynthia Lamusu ini lantas membuat publik tergugah dan mencari tahu penyakit langka ini.
Pada unggahannya Cynthia Lamusu mengatakan bayi yang berisiko mengalami ROP ini adalah bayi kelahiran prematur.
Tetapi, melansir dari Childrenhospital.org tidak semu bayi kelahiran prematur akan mengalami ROP seperti Bima.
Seorang bayi prematur bisa dikatakan menderita ROP seperti Bima harus melalui proses screening setelah lahir.
Selain berfungsi memperhatikan organ tubuhnya, dokter juga bisa melihat perkembangan fungsi dan masalah pada matanya.
Bahkan dalam iovs.arvojournals.org dari penelitian, tak hanya bayi kelahiran prematur saja yang berisiko alami ROP.
Walau pada dasarnya berisiko dialami bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
Tidak menutup kemungkinan bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar atau normal akan mengalami penyakit langka ini.
ROP muncul karena pembuluh darah yang baru terbentuk di lapisan retina berhenti berkembang.
Akibatnya retina akan membentuk pembuluh darah baru yang abnormal dan sangat rentan membangkak hingga bocor atau pecah.
Karena itu, ketika hal tersebut terjadi bisa menyebabkan masalah mata yang serius.
Ciri-ciri yang Berisiko Kena ROP
Melansir dari webmd, adapun ciri anak yang berisiko alami Retinopati Prematuritas (ROP) yakni bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1250 gram dan lahir sebelum usia kehamilan 31 minggu.
"Retinopati Prematuritas atau Rop terjadi pada 50 persen bayi prematur dengan berat lahir kurang dari 1250 gram. 10 pesennya berkembang menjadi ROP stadium 3. Sedangman 90 persennya berlasung ringan dan tidak memerlukan pengobatan," jelas Dokter Reni, Spesialis Mata RSUD Dr Soetomo dikutip dari Tribunnews.com.