Edukasi Gizi yang Benar Diperlukan untuk Akhiri Polemik Susu Kental Manis
Penelitian menyebutkan, dari 1.835 anak usia 0-5 tahun yang terdata, 12% mengalami gizi buruk, dan 23,7% gizi kurang.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang susu kental manis (SKM) masih berlanjut di Indonesia. Kegiatan edukasi gizi dan informasi pemakaian produk dari berbagai pihak dinilai sangat perlu agar tidak terjadi salah kaprah tentang penggunaan SKM.
Studi terbaru yang dilakukan PP (Pimpinan Pusat) Aisyiyah dan Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) menyatakan, susu kental manis mengakibatkan gizi buruk pada anak di beberapa daerah seperti Provinsi Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.
Penelitian ini menyebutkan, dari 1.835 anak usia 0-5 tahun yang terdata, 12% mengalami gizi buruk, dan 23,7% gizi kurang.
Hasil tersebut didapat dengan rincian 14,5% anak dengan status gizi buruk mengonsumsi SKM/KKM lebih dari 1 kali dalam sehari.
Sedangkan 29,1% anak dengan status gizi kurang mengonsumsi SKM/KKM lebih dari 1 kali dalam sehari. Menariknya, jika data ini benar berarti ada sejumlah 79.0% anak gizi buruk yang tidak konsumsi SKM.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Tetty Helfery Sihombing mengatakan, susu kental manis (SKM) adalah produk yang mengandung susu.
Ada juga krimer kental manis (KKM) yang juga termasuk produk turunan susu tapi kandungan susunya lebih kecil dari pada di SKM.
"Karakteristik dasar dari susu kental manis adalah memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain),” ujar Tetty.
Penerbitan Perka BPOM Nomor 31/2018 yang diundangkan tanggal 19 Oktober 2018 dengan sendirinya menggugurkan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018.
Edaran tersebut mencantumkan berbagai ketentuan mengenai label dan iklan susu kental manis. Setelah Perka BPOM terbit maka surat edaran tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Baca: BPOM Gandeng 6 Anggota Asosiasi e-Commerce Indonesia Berantas Peredaran Obat Ilegal
Perka BPOM 31/2018 juga semakin memantapkan posisi SKM sebagai salah satu produk susu.
Khusus label SKM disebutkan bahwa produsen wajib mencantumkan keterangan bahwa “SKM tidak untuk menggantikan air susu ibu (ASI), tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan, serta tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi”.
Baca: BPOM Bakal Permudah Akselerasi Perizinan Terkait Makanan dan Obat
Ir. Achmad Syafiq MSc. PhD, Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia berpendapat, susu kental manis adalah produk yang mengandung susu.
Ada juga krimer kental manis (KKM) yang juga mengandung susu walaupun tidak sebanyak susu kental manis.