Banyak Orangtua Takut Imunisasi Anak, IDAI Sebut Campak Lebih Berbahaya Ketimbang Covid-19
Jika seorang penderita Covid-19 bisa menularkan satu hingga tiga orang, Hartono menyebut campak bisa menularkan 18 orang
Penulis: Reza Deni
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai penyakit campak lebih berbahaya ketimbang virus corona atau Covid-19.
Pernyataan dari IDAI tersebut ditujukan kepada para orangtua yang menunda pemberian imunisasi kepada anaknya lantaran khawatir terpapar virus corona di rumah sakit, puskesmas atau posyandu.
Baca: Jenis MPASI Apa Saja yang Boleh atau Tidak Dipanaskan? Ini Ulasan Dokter
"Ini akan sangat berisiko untuk menyebarkan double outbreak, sudah kita mengalami kejadian Covid-19, ditambah lagi outbreak penyakit yang sebenarnya bisa dicegah oleh imunisasi," ujar Ketua Humas dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat IDAI Hartono Gunardi dalam siaran BNPB, Senin (8/6/2020).
Contoh yang paling gampang campak. Kita takut dengan Covid-19, tetapi yang lebih berbahaya adalah campak," katanya.
Jika seorang penderita Covid-19 bisa menularkan satu hingga tiga orang, Hartono menyebut campak bisa menularkan 18 orang.
"Kalau penderita Covid-19 batuk atau bersin dropletnya kira-kira dua meter. Kalau campak bisa sampai lebih dari enam meter. Jadi jangan lupakan imunisasi," kata Hartono.
Ada beberapa penyakit selain campak yang menurut Hartono juga berbahaya, di antaranya difteri.
Meski tak membandingkan dengan Covid-19, Hartono mengatakan difteri berbahaya bagi anak.
"Untuk menetralisir yang disebabkan kuman difteri, harus menggunakan serum, dan serumnya enggak ada di Indonesia, harus diimpor dari negara lain," ujarnya.
Bahkan, sebagian pabrik membuat serum difteri sudah tutup, karena difteri sudah jarang ditemukan penderita.
Baca: Kemenkes Sebut Pelayanan Imunisasi Selama Pandemi Covid-19 Turun Signifikan
Namun, Hartono tetap mengingatkan kepada orangtua agar membawa anak-anak diimunisasi.
"Jangan sampai terjadi double outbreak. Caranya bawa ke Posyandu, Puskesmas atau ke fasilitas kesehatan apapun," pungkas Hartono.